Sabtu, 21 September 2019

“SEBUAH REFLEKSI MEMPERINGATI INJIL MASUK DI TANAH BULI”

Roma 1:16-17
Lewat pemberitaan di media elektronik yang mengabarkan tentang berita-berita seputar Indonesia, kita menjadi tahu kondisi-kondisi terkini terkait keadaan politik bangsa ini. Bahkan lewat secarik surat yang dikirim pada persekutuan berumat, kita juga dapat mengetahui perkembangan tentang situasi umat Tuhan di GMIH terkait persoalan bersinode.
Tanpa sebuah pemberitaan, informasi tidak akan pernah kita ketahui. Demikian juga dengan Injil Kristus! Kita bisa mengenal Yesus sebagai Juruselamat kita adalah karena adanya pemberitaan terhadap sebuah Injil.
Dalam kaitan dengan pemberitaan Injil keselamatan tentang Yesus, Rasul Paulus rupanya menghadapi sebuah tantangan, di mana tantangan tersebut mempengaruhi psikologisnya, sehingga ada perasaan minder dan tidak percaya diri melakukan aktivitas pemberitaan Injil.
Kita bisa lihat hal tersebut pada pembukaan perikop ini di ayat 16. Tercatat di sana sebuah kalimat yang berbunyi demikian: “sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani .”
Ketika Rasul Paulus menyebut kalimat “mempunyai keyakinan,” pengucapan kalimat tersebut mewakili sebuah perasaan tentang ketidakpastian, ketidakyakinan, dan keragu-raguan. Itu artinya, masalah pelayanan yang ditemui oleh Rasul Paulus di Roma adalah tentang sebuah realita bahwa orang-orang Kristen yang memberitakan Injil Kristus Yesus di Roma mengalami kemerosotan iman untuk memberitakan Kristus kepada orang Roma. Kemerosotan iman itu adalah karena sebuah perasaan malu, perasaan minder, perasaan tidak percaya diri. Para murid yang ditugaskan memberitakan Injil Kristus di Roma megalami masalah krisis kepercayaan diri, yang membuat mereka menjadi malu untuk melanjutkan tugas pemberitaan Kristus di kota Roma.
Dan hal ini dapat dibenarkan, mengingat bahwa Roma adalah sebuah kota yang di dalamnya terdapat pusat pemerintahan kekaisaran Romawi. Maka bisa dibilang dengan bahasa yang sederhananya, Roma merupakan sebuah ibukota pemerintahan. Tentunya sebagai sebuah ibukota negara, pusat kebudayaan kebudayaan, ekonomi, keagamaan, politik, dan hukum berkembang pesat di sana. Maka hal tersebut memungkinkan bahwa di Roma ada banyak sekali orang-orang pintar, yang pandai berpidato, berfilsafat, ada orang-orang cerdas dan orang-orang yang penuh hikmat.
Inilah yang dihadapi orang Kristen di Roma. Ketika mereka sedang memberitakan Injil tentang Kristus kepada orang-orang di Roma. Pemberitaan mereka dianggap sebagai sebuah sampah, dongeng, dan atau tahayul belaka.
Rupanya persoalan ini bukan hanya terjadi di Roma, namun hampir di semua tempat njil itu diberitakan. Sebuat saja seperti di kota Korintus pun kejadian yang sama juga terjadi. Merujuk dari 1Korintus 1:23 yang adalah nats pembimbing kita tadi, maka pemberitaan tentang Injil Kristus di telinga orang Yahudi hanyalah terdengar sebagai sebuah batu sandungan, sebaliknya pemberitaan Injil di telinga orang-orang bukan Yahudi terdengar sebagai sebuah kebodohan.
Inilah yang sering terjadi dalam tugas memberitakan Injil. Bahwa sama seperti para murid yang diperhadapkan dengan tantangan memberitakan Injil kota Roma, tentunya kita juga mengalaminya GMIH dans ecara khusus di Jemaat Jou’N Gali ‘It. Tantangan pelayanan membentur iman dan semangat pelayanan kita, ketika pelayanan pemberitaan Injil hanya didengar oleh sebagaian orang dalam persekutuan berjemaat. Tentu pasang surut iman karena tantangan pelayanan yang kita alami dalam persekutuan berjemaat membuat semangat kita nyaris pupus. Apalagi ketika orang mengkritik cara pelayanan yang kita lakukan. Atau ketika dalam melakukan tugas pelayanan memberitakan Injil Kristus, ada umat yang tidak sependapat dengan pola pelayanan kita, dan apa yang kita programkan dalam pelayanan ini tidak mendapat dukungan. Hal yang patut kita teladani dari pemebritaan Injil dalam pembacaan ini adalah Rasul Paulus tidak langsung patah semangat. Rasul Paulus justru menguatkan dirinya lewat sikap membangun rasa percaya diri, membangun keyakinannya, yang pada saat itu orang mulai malu memberitakan tentang Injil Kristus.
Injil harus diberitakan dengan iman yang pasti. Bukan iman yang diselimuti ketidakpastian apalagi keragu-raguan. Karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan semua orang, termasuk orang-orang yang tidak mendukung kita saat program-program pelayanan kita rumuskan secara mufakat dalam persekutuan berjemaat di sini.
Itulah sebabnya, para pendahulu kita berhasil dan sukses menyampaikan Injil kepada setiap orang yang percaya. Dan orang percaya itu adalah saudara dan saya. Bukti bahwa mereka berhasil adalah bahwa kita yang tadinya tidak mengenal Kristus di Buli, bisa mengenal Kristus sebagai Sang Juruselamat.
Kalau kita runut ke belakang, apalah tantangan pelayanan yang saat ini kita hadapi bukanlah sebuah tantantang yang hebat. Sebab tantangan pelayanan yang hebat adalah pada para pendahulu di tanah Buli, yang memasukkan Injil Kristus di tengah-tengah tanah adat Ian Toa. Kita bersyukur karena sekarang ini orang sudah kenal Kekristenan, tapi jaman dahulu, orang-orang di Buli masih mengenal tradisi-tradisi kekafiran.
Ketika kita meyakini Injil itu kekuatan Allah, maka Allah yang akan menjadi penglima perang menolong kita dalam segala kesulitan gereja dan berpelayanannya. Amin

dikhotbahkan pada Jemaat GMIH Jou'N Gali 'It, Buli Asal, Buli Kota - Selatan Ibadah (Minggu Raya Pagi) oleh Em.GrJ. D.I. Rorano

Tidak ada komentar:

Posting Komentar