Rabu, 25 September 2019

Berhati Yefta!


Hakim-hakim 11:1-11

Nas : “TUHAN membangun Yerusalem, Ia mengumpulkan orang-orang Israel yang tercerai-berai; Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka” (Mazmur 147:2-3)
Saudara jemaat yang diberkati Yesus Kristus,,,
Setiap orang secantik dan setampan apapun dia, pasti memiliki kekurangan di dalam dirinya. Ayat 1 menulis: “adapun Yefta, orang Gilead itu, adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal.
Ada informati lebih lanjut tentang siapa itu Yefta? Dia adalah seorang anak yang dilahirkan dari seorang perempuan sundal. Dia anak seorang pelacur. Menyandang identitas sebagai seorang anak pelacur inilah yang membuat Yefta diusir oleh saudara-saudaranya yang lain. Saya kira kita bisa membayangkan bagaimana perasaan Yefta yang diusir oleh saudara-saudaranya yang lain. Tentu sebelum Yefta diusir, dirinya diolok-olok oleh saudara-saudaranya yang lain, dia dijadikan bahan tertawaan, hinaan, dan lain sebagainya; saudara-saudara tirinya menganggap rendah dirinya. Dan sebagai anak seorang pelacur Yefta tidak memiliki hak pusaka dalam keluarga mereka, sebab dia bukan anak dari istri yang sah.
Pengalaman yang diamali oleh Yefta, tentu juga merupakan pengalaman yang mungkin pernah, atau sedang kita alami. Mungkin kita tidak ditolak oleh keluarga kita, tapi mungkin saja ada pengalaman-pengalaman diri kita, yang membuat kita mengalami perasaan yang sama sakit hatinya seperti yang dialami oleh Yefta. Ketika Yefta diusir oleh saudara-saudara tirinya, hal itu membuat dirinya menjadi terluka. Apakah ada pengalaman-pengalaman di hari-hari kemarin, yang membuat diri kita menjadi terluka? Apakah ada kejadian-kejadian pada saat-saat ini, yang membuat perasaan kita menjadi sangat sakit?
Saudaraku,,, Saya sangat percaya, setiap orang yang mendengar firman saat ini pernah atau sedang mengalami kejadian-kejadian yang membuat dirinya terkukung dalam perasaan sakit, dan terluka, sehingga dari perasaan itu, ada kepahitan, ada rasa dendam, ada rasa benci, dan rasa memusuhi pada orang-orang tertentu. Kejadian-kejadian seperti itu bukan hanya saudara yang mengalaminya, tapi Yefta telah lebih dahulu mengalaminya.
Kita perhatikan ayat selanjutnya mencatat pada ayat 3 bahwa ketika saudara-saudara tiri Yefta mengusirnya “maka larilah Yefta dan diam di tanah Top; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi merampok bersama-sama dengan dia
Ayat 3 mengatakan ke mana Yefta melarikan diri saat disakiti oleh saudara-saudaranya? Yefta lari ke tanah Top. Tempat ini merupakan tempat orang-orang yang senasib dengan Yefta. Alkitab BIS menyebutkan mereka dengan nama para perampok, namun istilah yang digunakan dalam terjemahan teks Ibrani untuk orang-orang yang merampok ini adalah reqim, Bahasa Inggrisnya Vain, yang berarti orang-orang yang gagal dalam hidupnya. Mereka bukan para perampok, jika kita menafsirkannya secara tepat dari istilah kata Ibraninya (reqim), maka mereka adalah orang-orang yang putus telah putus asa dalam hidupnya, mereka adalah orang-orang yang mengalami kecewa dengan hidupnya.
Nah, Yefta melarikan diri ke sini dan berdiam bersama mereka di tanah Top. Dia hidup dengan orang-orang yang putus asa. Tapi coba kita perhatikan pada ayat selanjutnya, saat para tua-tua dari Gilead menjemput Yefta dari tanah Top, mengajaknya untuk kembali berperang menjadi panglima perang, apa reaksi Yefta?
Ayat 7 memberitahukan kepada kita bahwa Yefta mengingat dan mengungkit masa lalunya dengan kalimat; “Bukankah kamu sendiri membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang kepadaku pada waktu kamu terdesak?”
Meski Yefta mengungkit masa lalunya, tapi Yefta tidak melekat di dalam kepahitan masa lalunya. Pada ayat 9 Alkitab mencatat bahwa Yefta segera merespon permintaan para tua-tua Gilead itu dengan pikiran positif, “jadi, jika kmau membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon, dan Tuhan menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala atas kamu?
Lewat perkataan ini, Yefta menunjukkan sikapnya sebagai anak Tuhan yang tidak tenggelam dalam kebencian, luka hati, kepahitan, apalagi dendam.
Sebagai anak-anak Tuhan, kita harusnya demikian. Kita tidak hidup di dalam kepahitan. Kita tidak seharusnya memeliharan rasa permusuhan. Kita harus bisa mengampuni. Kita harus bisa menutup pintu dendam kita kepada musuh kita.
Yefta tinggal dengan orang-orang yang putus asa, tapi dia tidak menjadi putus asa, Yefta tinggal dengan orang-orang yang penuh kepahitan, kebencian, permusuhan, rasa kecewa yang dalam pada sesama, tapi dia menjadi orang yang melupakan kebencian, dendam, sakit hati pada saudara-saudara sebangsanya. Sebagai anak-anak Tuhan yang sedang tinggal dalam permusuhan, rasa benci dan kecewa, entah kepada siapa? Orangtua, adik-kakak, sahabat, teman, firman Tuhan mengajak kita untuk segera harus keluarlah dari tempat-tempat seperti itu.
Saudaraku yang diberkati Yesus Kristus,,,
Ayat 1 menulis bahwa Yefta adalah seorang pahlawan gagah perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal. Kata “tetapi” pada ayat itu menunjukkan bahwa sehebat-hebatnya Yefta sebagai seorang pahlawan, tetap dirinya memiliki kekurangan dan kelemahan.
Saudaraku,,, semua manusia tanpa terkecuali pasti memiliki kelemahan. Dan satu kesalahan kita sebagai anak-anak Tuhan adalah seringkali kita menuntut oranglain untuk menjadi seperti yang kita inginkan. Dan di saat mereka tidak bisa menjadi seperti yang kita inginkan, maka kita kemudian menanam sakit hati, kebencian, rasa dendam, permusuhan, kepahitan pada hati mereka, lewat perkataan-perkataan kita yang membuat mereka seolah merasa ditolak, tidak diterima, dan sebagainya.
Maka sebagai anak-anak Tuhan, kita harus berhati-hati di dalam mengucapkan perkataan kepada sesama kita; entah di rumah, entah di tempat kerja, entah di dalam hidup bermasyarakat, entah di dalam suatu persekutuan umat dan lainnya.
Saudaraku yang diberkati Yesus Kristus,,,
Satu pertanyaan untuk kita semua? Melepaskan pengampunan pada orang yang telah menanam kepahitan di hati manusia adalah hal yang tidak gampang untuk dilakukan, namun Yefta di dalam pembacaan ini sanggup melakukannya. Apa rahasia yang membuat Yefta sanggup keluar dari tanah Top, tanah yang penuh dengan orang-orang gagal, sakit hati, kecewa, dan lain sebagainya?
Ayat 11: “Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu ke hadapan TUHAN, di Mizpa.
Garis bawahi membawa seluruh perkaranya, terjemahan asli teks Ibrani, waydaber Yiptah et kal debaraw lipne Yahweh bamispah (and Jephthah uttered all his words before the Lord at Mizpah = dan Yefta mengucapkan semua perkataannya di hadapan Tuhan di Mizpah)
Sehingga menjadi jelas bahwa membawa seluruh perkara, artinya mengucap semua perkataannya, tentu perkataannya ini menyangkut keluh kesahnya, kekecewaannya, persungutannya, dan lain sebagainya. Semua perkara yang membuat Yefta menjadi kesal, kecewa, dan bersungut dibawa Yefta ke hadapan Tuhan di Mizpa, dia membawanya dalam bentuk sebuah ucapan, yang tentu itu adalah sebuah doa.
Saudaraku yang diberkati Yesus Kristus,,,
Di saat kita dibenturkan dengan masalah, kemanakah kita membawa perkara kita? Ketika persoalan-persoalan itu menyinggung hati kita dan membuat hati kita menjadi tawar, pahit, dan kecewa? Alkitab tidak bilang bahwa Yefta membawa perkara, persoalan, kekecewaan, perasaan sakit hatinya kepada dukun, patung berhala, orang sakti, tetangga, mertua, dan lain sebagainya, tetapi kepada Tuhan. Membawa segala perkara kepada Tuhan adalah hal yang tepat.
Yefta membawa perkara itu dengan mengucapkannya kepada Tuhan,  saat dia mengucapkan perkaranya kepada Tuhan, Tuhan menyelesaikan masalah hatinya.
Saudaraku,,, yang sanggup membuat kita kuat dan mengubah hati kita dalam badai perkara hanyalah doa kepada Tuhan. Amin!

dikhotbahkan oleh Pdt. D. Wattimena, S.Th pada, 11 Agustus 2019 di Jemaat GMIH Mawlango – Buli Kota


Tidak ada komentar:

Posting Komentar