Hakim-hakim
11:1-11
Nas : “TUHAN membangun Yerusalem, Ia mengumpulkan orang-orang Israel
yang tercerai-berai; Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut
luka-luka mereka” (Mazmur 147:2-3)
Saudara
jemaat yang diberkati Yesus Kristus,,,
Setiap orang secantik dan setampan apapun dia, pasti memiliki kekurangan di dalam dirinya. Ayat 1
menulis: “adapun Yefta, orang Gilead itu,
adalah seorang pahlawan yang gagah perkasa, tetapi ia anak seorang
perempuan sundal.”
Ada informati
lebih lanjut tentang siapa itu Yefta? Dia adalah seorang anak yang dilahirkan
dari seorang perempuan sundal. Dia anak seorang pelacur. Menyandang identitas
sebagai seorang anak pelacur inilah yang membuat Yefta diusir oleh
saudara-saudaranya yang lain. Saya kira kita bisa membayangkan bagaimana
perasaan Yefta yang diusir oleh saudara-saudaranya yang lain. Tentu sebelum
Yefta diusir, dirinya diolok-olok oleh saudara-saudaranya yang lain, dia
dijadikan bahan tertawaan, hinaan, dan lain sebagainya; saudara-saudara tirinya
menganggap rendah dirinya. Dan sebagai anak seorang pelacur Yefta tidak
memiliki hak pusaka dalam keluarga mereka, sebab dia bukan anak dari istri yang
sah.
Pengalaman yang
diamali oleh Yefta, tentu juga merupakan pengalaman yang mungkin pernah, atau
sedang kita alami. Mungkin kita tidak ditolak oleh keluarga kita, tapi mungkin
saja ada pengalaman-pengalaman diri kita, yang membuat kita mengalami perasaan
yang sama sakit hatinya seperti yang dialami oleh Yefta. Ketika Yefta diusir
oleh saudara-saudara tirinya, hal itu membuat dirinya menjadi terluka. Apakah
ada pengalaman-pengalaman di hari-hari kemarin, yang membuat diri kita menjadi
terluka? Apakah ada kejadian-kejadian pada saat-saat ini, yang membuat perasaan
kita menjadi sangat sakit?
Saudaraku,,, Saya sangat percaya, setiap orang yang mendengar firman saat ini
pernah atau sedang mengalami kejadian-kejadian yang membuat dirinya terkukung
dalam perasaan sakit, dan terluka, sehingga dari perasaan itu, ada kepahitan,
ada rasa dendam, ada rasa benci, dan rasa memusuhi pada orang-orang tertentu.
Kejadian-kejadian seperti itu bukan hanya saudara yang mengalaminya, tapi Yefta
telah lebih dahulu mengalaminya.
Kita perhatikan
ayat selanjutnya mencatat pada ayat 3 bahwa ketika saudara-saudara tiri Yefta
mengusirnya “maka larilah Yefta dan diam
di tanah Top; di sana berkumpullah kepadanya petualang-petualang yang pergi
merampok bersama-sama dengan dia ”
Ayat 3
mengatakan ke mana Yefta melarikan diri saat disakiti oleh saudara-saudaranya?
Yefta lari ke tanah Top. Tempat ini merupakan tempat orang-orang yang senasib
dengan Yefta. Alkitab BIS menyebutkan mereka dengan nama para perampok, namun istilah yang digunakan
dalam terjemahan teks Ibrani untuk orang-orang yang merampok ini adalah reqim, Bahasa Inggrisnya Vain, yang
berarti orang-orang yang gagal dalam hidupnya. Mereka bukan para perampok, jika
kita menafsirkannya secara tepat dari istilah kata Ibraninya (reqim), maka mereka adalah orang-orang
yang putus telah putus asa dalam hidupnya, mereka adalah orang-orang yang
mengalami kecewa dengan hidupnya.
Nah, Yefta
melarikan diri ke sini dan berdiam bersama mereka di tanah Top. Dia hidup
dengan orang-orang yang putus asa. Tapi coba kita perhatikan pada ayat
selanjutnya, saat para tua-tua dari Gilead menjemput Yefta dari tanah Top,
mengajaknya untuk kembali berperang menjadi panglima perang, apa reaksi Yefta?
Ayat 7
memberitahukan kepada kita bahwa Yefta mengingat dan mengungkit masa lalunya
dengan kalimat; “Bukankah kamu sendiri
membenci aku dan mengusir aku dari keluargaku? Mengapa kamu datang sekarang
kepadaku pada waktu kamu terdesak?”
Meski Yefta
mengungkit masa lalunya, tapi Yefta tidak melekat di dalam kepahitan masa
lalunya. Pada ayat 9 Alkitab mencatat bahwa Yefta segera merespon permintaan
para tua-tua Gilead itu dengan pikiran positif, “jadi, jika kmau membawa aku kembali untuk berperang melawan bani Amon,
dan Tuhan menyerahkan mereka kepadaku, maka akulah yang akan menjadi kepala
atas kamu?”
Lewat perkataan
ini, Yefta menunjukkan sikapnya sebagai anak Tuhan yang tidak tenggelam dalam
kebencian, luka hati, kepahitan, apalagi dendam.
Sebagai
anak-anak Tuhan, kita harusnya demikian. Kita tidak hidup di dalam kepahitan.
Kita tidak seharusnya memeliharan rasa permusuhan. Kita harus bisa mengampuni.
Kita harus bisa menutup pintu dendam kita kepada musuh kita.
Yefta tinggal
dengan orang-orang yang putus asa, tapi dia tidak menjadi putus asa, Yefta
tinggal dengan orang-orang yang penuh kepahitan, kebencian, permusuhan, rasa
kecewa yang dalam pada sesama, tapi dia menjadi orang yang melupakan kebencian,
dendam, sakit hati pada saudara-saudara sebangsanya. Sebagai anak-anak Tuhan
yang sedang tinggal dalam permusuhan, rasa benci dan kecewa, entah kepada
siapa? Orangtua, adik-kakak, sahabat, teman, firman Tuhan mengajak kita untuk
segera harus keluarlah dari tempat-tempat seperti itu.
Saudaraku yang diberkati Yesus Kristus,,,
Ayat 1 menulis
bahwa Yefta adalah seorang pahlawan gagah
perkasa, tetapi ia anak seorang perempuan sundal. Kata “tetapi” pada ayat itu menunjukkan bahwa
sehebat-hebatnya Yefta sebagai seorang pahlawan, tetap dirinya memiliki
kekurangan dan kelemahan.
Saudaraku,,, semua manusia tanpa terkecuali pasti memiliki kelemahan. Dan
satu kesalahan kita sebagai anak-anak Tuhan adalah seringkali kita menuntut
oranglain untuk menjadi seperti yang kita inginkan. Dan di saat mereka tidak
bisa menjadi seperti yang kita inginkan, maka kita kemudian menanam sakit hati,
kebencian, rasa dendam, permusuhan, kepahitan pada hati mereka, lewat
perkataan-perkataan kita yang membuat mereka seolah merasa ditolak, tidak
diterima, dan sebagainya.
Maka sebagai
anak-anak Tuhan, kita harus berhati-hati di dalam mengucapkan perkataan kepada
sesama kita; entah di rumah, entah di tempat kerja, entah di dalam hidup
bermasyarakat, entah di dalam suatu persekutuan umat dan lainnya.
Saudaraku yang diberkati Yesus Kristus,,,
Satu pertanyaan
untuk kita semua? Melepaskan pengampunan pada orang yang telah menanam
kepahitan di hati manusia adalah hal yang tidak gampang untuk dilakukan, namun
Yefta di dalam pembacaan ini sanggup melakukannya. Apa rahasia yang membuat
Yefta sanggup keluar dari tanah Top, tanah yang penuh dengan orang-orang gagal,
sakit hati, kecewa, dan lain sebagainya?
Ayat 11: “Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu
ke hadapan TUHAN, di Mizpa.”
Garis bawahi membawa seluruh perkaranya,
terjemahan asli teks Ibrani, waydaber Yiptah et kal debaraw lipne Yahweh
bamispah (and Jephthah uttered all his words before the Lord at Mizpah = dan Yefta mengucapkan semua perkataannya
di hadapan Tuhan di Mizpah)
Sehingga menjadi
jelas bahwa membawa seluruh perkara, artinya mengucap semua perkataannya, tentu
perkataannya ini menyangkut keluh kesahnya, kekecewaannya, persungutannya, dan
lain sebagainya. Semua perkara yang membuat Yefta menjadi kesal, kecewa, dan
bersungut dibawa Yefta ke hadapan Tuhan di Mizpa, dia membawanya dalam bentuk
sebuah ucapan, yang tentu itu adalah sebuah doa.
Saudaraku yang diberkati Yesus Kristus,,,
Di saat kita
dibenturkan dengan masalah, kemanakah kita membawa perkara kita? Ketika
persoalan-persoalan itu menyinggung hati kita dan membuat hati kita menjadi
tawar, pahit, dan kecewa? Alkitab tidak bilang bahwa Yefta membawa perkara,
persoalan, kekecewaan, perasaan sakit hatinya kepada dukun, patung berhala,
orang sakti, tetangga, mertua, dan lain sebagainya, tetapi kepada Tuhan.
Membawa segala perkara kepada Tuhan adalah hal yang tepat.
Yefta membawa
perkara itu dengan mengucapkannya kepada Tuhan,
saat dia mengucapkan perkaranya kepada Tuhan, Tuhan menyelesaikan
masalah hatinya.
Saudaraku,,, yang sanggup membuat kita kuat dan mengubah hati kita dalam
badai perkara hanyalah doa kepada Tuhan. Amin!
dikhotbahkan oleh Pdt. D. Wattimena, S.Th pada, 11 Agustus 2019 di Jemaat GMIH Mawlango – Buli Kota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar