Sabtu, 21 September 2019

Ketidakjujuran yang mendatangkan berkat bagi orang lain!



Lukas 16:1-9
Sesuatu yang beretika atau suatu perbuatan yang bermoral, tentunya patut untuk diberikan pujian. Biasanya, pemberian terhadap sebuah pujian digerakkan oleh perasaan kagum pada suatu perbuatan atau sikap orang bagi lingkungan di sekitarnya.
Maka, jangan pernah kita berharap akan memperoleh pujian dari orang lain di sekitar kita, jika perbuatan yang dilakukan oleh kita merupakan sebuah tindakan yang tidak melahirkan kekaguman, tapi kerugian bagi satu maupun banyak orang.
Sederhananya, perbuatan yang berfaedah akan menghantarkan orang pada penerimaan pujian, sebaliknya perbuatan yang menyengsarakan orang di sekeliling kita akan membawa kita pada lembah kritikan orang banyak.
Pembacaan Lukas 16, menengadahkan kita sekalian pada sebuah perbuatan dari seorang bendahara. Yang karena perbuatannya tersebut membawa dirinya pada fakta ancaman “Pemutusan Hubungan Kerja”
Kalau saudara dipecat dari pekerjaan secara tiba-tiba, indikasi yang muncul dalam benak pikiran orang banyak adalah tentang kualitas kinerja kerja yang buruk. Hal tersebut dapat menjadi sebuah kemungkinan jikalau seseorang diputus hubungan kerjanya dari tempat di mana dia bekerja. dan rupanya memang demikian; bendahara dalam perumpamaan ini dinilai oleh majikannya sebagai seseorang yang tidak berguna untuk dipekerjakan karena selalu menghamburkan milik tuannya, dan informasi tersebut tercatat pada ayat 1. Nanti pada ayat 6 dan ayat 7 barulah sangat jelas bahwa barang-barang yang dihamburkan bendahara tersebut adalah barang-barang sembako berupa MINYAK dan GANDUM.
Saudara-saudara,,, mengamburkan harta benda sang majikan yang dilakukan oleh bendahara dalam perumpamaan ini menghantarkan dia pada ancaman pemecatan, dan sebelum hal itu dilakukan majikannya, bendahara tersebut diminta untuk pertanggunjawabkan perbuatan-perbuatan yang dilakukannya sebagaimana telah dituduhkan.
Kepada saudara dan saya, kita dipercayakan banyak hal dalam hidup ini. Dan terhadap kehidupan yang dipercayakan kepada saudara dan saya, kita patut mempertanggungjawabkan apa yang telah dipercayakan kepada kita.
APLIKASI:
Kalau kita mau jujur, Allah mempercayakan kepada kita banyak hal. Allah memercayakan kepada kita masing-masing pekerjaan-pekerjaan yang sementara digeluti oleh kita, Allah mempercayakan kepada kita dengan tanggungjawab di rumah sebagai ayah dan ibu bagi anak-anak di rumah, Allah mempercayakan kepada kita tanggungjawab sebagai seorang suami dan seorang istri guna membina rumah tangga pernikahan kudus kita, termasuk kita dipercayakan Allah dalam kapasitas sebagai umat Allah yang berbakti dalam persekutuan berjemaat di sini; Ada yang dipercayakan Allah sebagai Pelayan Khusus, Pendeta, Kostor, umat yang dipercayakan untuk mengisi puji-pujian dalam liturgis ibadah, ada yang dipercayakan sebagai Pengasuh bagi anak-anak di sekolah minggu, bahkan ada kepanitiaan pembangunan gedung gereja.
Setiap hal yang dipercayakan kepada kita patut dipertanggungjawabkan. Sehingga apa yang dipercayakan kepada kita berguna bagi banyak orang. Lewat ketidakprofesional peran yang dimainkan oleh bendahara dalam perumpamaan ini, penulis Lukas hendak mengingatkan kita tentang sebuah profesionalitas tugas dan peran yang dipercayakan kepada kita sekalian.
Ibaratnya dalam kisah ini, Lukas mau bilang jadilah bendahara yang profesional, dalam artian mengelolah keuangan majikannya tanpa harus menghambur-hamburkan kekayaan tuannya, bukan menjadi seorang bendahara asal-asalan, yang asal kerja. Aspek bentuk pekerjaan yang diperlihatkan oleh penulis Lukas ini juga memberikan gema terhadap segala bentuk pekerjaan, profesi yang dipercayakan untuk kita memainkan perannya. Karena ketika apa yang kita perankan dalam tanggunjawab tugas pengabdian di dalam dunia ini, tidak berdampak positif bagi banyak orang, tentu kritikan, cibiran, teguran, bahkan sungutan yang akan menjadi daftar pola penilaian orang banyak. Jadi kalau dalam profesi yang kita lakukan kemudian ada yang mengluhkan kualitas kerjanya, mungkin kita bisa bersikap seperti bendahara ini, yakni mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya.
Saudara-saudara,,,
Dalam kisah yang diceritakan oleh Yesus pada perikop ini, Penulis Lukas memperlihatkan tentang kecerdikan dari sang bendahara yang terancam di-PHK oleh majikannya tersebut.
Ayat 3 : “Kata bendahara itu dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang harus aku perbuat.......
Keterbatasan dirinya yang tidak terampil mengerjakan pekerjaan seorang petani, dan perasaan malu mempraktekkan perbuatan mengemis yang selalu dilakukan oleh orang miskin, membuka cakrawala berpikir bandahara ini untuk bisa melakukan hal yang menguntungkan masa depannya di kemudian hari. Dan hal yang diucapkannya bahwa dia tahu apa yang harus dilakukannya adalah mengurangi hutang dari para debitur yang berhutang padanya sebagaimana tercatat dalam ayat 6 dan ayat 7.
Dalam konteks perumpamaan ini diceritakan oleh Yesus lewat kisah ini, tindakan yang dilakukan oleh bendahara tersebut adalah tindakan yang berguna. Meskipun dalam kisah ini tampak ada kecurangan yang dilakukan oleh sang bendahara, dengan membuat surat hutang palsu, yang tentu juga merugikan tuannya.
Tapi ini bukanlah menjadi perhatian dari Penulis Lukas dalam menarasikan kisah yang diceritakan oleh Yesus ini. Sebab aspek yang hendak diutamakan lewat sikap bendahara ini adalah tentang ketidakjujuran yang menolong hidup orang miskin. Orang miskin itu adalah para debitur (para peminjam yang berhutang di bendahara) tertolong beban hidupnya karena ketidakjujuran yang dilakukan oleh bendahara tersebut. debitur yang harus berhutang 100 tempayan minyak ditolong oleh bendahara tersebut sehingga hanya membayar 50 tempayan minyak. Dan debitur yang berhutang 100 pikul gandum juga mengalami keringanan dengan hanya membayar 80 pikul gandum. Dan jikalau kita membaca hingga selesai kisah perumpamaan ini, bendahara tersebut dipuji majikannya karena perbuatan tersebut di mata sang majikan sangatlah mulia, yakni mengurangi beban hidup orang-orang miskin.
APLIKASI
Sehingga kita jangan menyalah artikan bahwa dengan demikian kita bisa saja bercurang untuk kepentingan untuk menolong orang lain. Itu bukan yang dimaksudkan Lukas. Tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dirumuskan dalam undang-undang negara Indonesia sebagai kejahatan negara. Jadi kalau ada orang Kristen yang memakai teks ini untuk melegalkan maksiat buruk di hatinya agar bisa korupsi dan memperoleh keuntungan diri sendiri, itu tidak dibenarkan secara Alkitabiah. Untuk memahami maksud kenapa majikannya memuji dia akan saya jelaskan demikian.
100 tempayan minyak dan 100 pikul gandum. Sebenarnya menjadi kata kunci untuk mengetahui latar sosial orang-orang yang berhutang pada sang bendahara. Kalau orang Indonesia membuat minyak dari buah kelapa, maka orang Israel membuat minyak dari buah zaitun. Dan buah zaitun adalah komoditi pada industri pertanian sama dengan gandum. Berbicara tentang industri pertanian, itu berarti latar pekerjaan orang-orang yang berhutang di bendahara tersebut adalah para petani. Dalam pembagina kelas sosial di Israel, Petani masuk dalam golongan orang-orang lemah ekonomi (miskin).
1 tahun buah zaitun akan dipanen sebanyak 2 kali dengan jumlah 1 pohon zaitun menghasilkan 25 liter minyak dari 120Kg buah zaitun. 1 tempayan minyak sama dengan 8.68 galon, dan 100 tempayan berarti 868 galon yang setara dengan 3.946 liter.
100 pikul gandum setara dengan 35ton yang sama luasnya dengan 100 hektar tanah pertanian.
Melihat penjelasan fakta yang sudah disebut tadi, itu artinya para petani yang berhutang di bendahara tersebut membutuhkan 5 hingga 6 tahun untuk dapat melunasi hutang mereka di bendahara tersebut.
Bisa kita bayangkan saja bahwa para petani ini menjalani hari-hari hidup mereka setiap waktu dengan beban pikiran untuk tanggungjawab melunasi hutang. Sebab dalam tradisi di zaman para petani itu hidup, seseorang yang tidak mampu melunasi hutangnya pada orang lain dapat menggadai dirinya sebagai budak pada majikannya hingga hutang selesai. Paranya adalah bahwa menjadi budak pada zaman itu sama artinya mengijinkan segala hak asasinya dicabut. Sehingga mereka hanya dapat berpasrah jika diperlakukan tidak manusiawi oleh majikan mereka, termasuk harus pasrah ketika mereka dijadikan objek kepuasan seksual sang majikan. Dan hukum tentang para budak di zaman itu mewajibkan mereka untuk tidak berbantah terhadap perlakuan majikan mereka.
Dampak dari praktek hutang-piutang ini dapat membawa orang-orang miskin yang berhutang tersebut sebagai korban ketidakmanusiawi. Lukas menarasikan kisah yang diceritakan Yesus ini, sebab Lukas hendak menyuarakan kepada semua orang di zaman itu bahwa setiap orang wajib diperlakukan sebagai manusia, termasuk ketika orang itu berstatus sebagai budak seorang majikan, mereka harus diperlakukan tidak seharusnya seperti hewan yang tidak masalah jika ditendang, dipukul, dinjak, diludahi, dan dikasari sekasar-kasarnya.
Atas dasar fakta kesenjangan sosial miskin dan kaya yang begitu kental lewat perlakuan terhadap sesama manusia, Lukas menyebut dalam kisah ini bahwa tindakan bendahara tersebut dipuji, karena memperkecil peluang orang-orang miskin itu diperlakukan tidak manusiawi, dan para majikan kaya terhalau melakukan dosa kekerasan kepada sesama.
APLIKASI
Ada kekerasan HAM, kekerasan fisik, kekerasan struktural, kekerasan verbal itulah yang dikritisi oleh Lukas lewat narasi cerita ini. Dan Lukas menyuguhkannya dengan sebuah cerita perumpamaan yang halus bahasanya dalam perumpamaan ini.
Setiap orang harus dapat memerangi kekerasan terhadap sesama manusia. Apalagi seorang Kristen, kita perlu menjauhi kekerasan dari kehidupan kita. Setiap orang perlu mendapat hak kesetaraan dalam berpendapat dan beraspirasi. Dan perbedaan pendapat harus ditempu dengan cara diskusi. Termasuk ketika dalam rumah tangga Kristen antara suami dan istri, maupun orangtua dan anak, solusi terhadap sebuah perdebatan yang berbeda ideologinya bukan dengan kekerasan terhadap istri, atau anak-anak di rumah.
Mungkin banyak keluarga Kristen yang sudah tidak lagi melakukan KDRT, tapi kalau masih ada yang demikian cepat-cepatlah sadar, karena perilaku demikian tidak dibenarkan secara alkitabiah.
Coba kita sekalian menginstropeksi dir kita. Apakah kita telah memanusiawikan sesama di sekitar kita, baik dalam kehidupan rumah tangga, bergereja, maupun sosial masyarakat. Kekerasan bukan hanya wujud dalam bentuk fisik, tapi kekerasan juga wujud dalam bentuk struktural, ketika seseorang ditekan oleh atasan di kantor atau tempat dia bekerja, itu pun dikategorikan sebagai bentuk kekerasan, yang menekan psikologisnya. Maka sebagai para pemimpin dalam dunia pekerjaan kita, kita diingatkan juga tentang ini.
Termasuk kekerasan verbal yang bukan memberikan motivasi lewat kata-kata namun sebaliknya membunuh karakter dan motivasi orang di sekitar kita. Amin!


dikhotbahkan  oleh Pdt. D. Wattimena, S.Th pada ibadah Minggu Raya Malam - Jemaat GMIH Mawlango – Buli Kota


Tidak ada komentar:

Posting Komentar