Lukas 16:1-9
Sesuatu
yang beretika atau suatu perbuatan yang bermoral, tentunya patut untuk
diberikan pujian. Biasanya, pemberian terhadap sebuah pujian digerakkan oleh
perasaan kagum pada suatu perbuatan atau sikap orang bagi lingkungan di
sekitarnya.
Maka,
jangan pernah kita berharap akan memperoleh pujian dari orang lain di sekitar
kita, jika perbuatan yang dilakukan oleh kita merupakan sebuah tindakan yang
tidak melahirkan kekaguman, tapi kerugian bagi satu maupun banyak orang.
Sederhananya,
perbuatan yang berfaedah akan menghantarkan orang pada penerimaan pujian,
sebaliknya perbuatan yang menyengsarakan orang di sekeliling kita akan membawa
kita pada lembah kritikan orang banyak.
Pembacaan
Lukas 16, menengadahkan kita sekalian pada sebuah perbuatan dari seorang
bendahara. Yang karena perbuatannya tersebut membawa dirinya pada fakta ancaman
“Pemutusan Hubungan Kerja”
Kalau
saudara dipecat dari pekerjaan secara tiba-tiba, indikasi yang muncul dalam
benak pikiran orang banyak adalah tentang kualitas kinerja kerja yang buruk.
Hal tersebut dapat menjadi sebuah kemungkinan jikalau seseorang diputus
hubungan kerjanya dari tempat di mana dia bekerja. dan rupanya memang demikian;
bendahara dalam perumpamaan ini dinilai oleh majikannya sebagai seseorang yang
tidak berguna untuk dipekerjakan karena selalu menghamburkan milik tuannya, dan
informasi tersebut tercatat pada ayat 1. Nanti pada ayat 6 dan ayat 7 barulah
sangat jelas bahwa barang-barang yang dihamburkan bendahara tersebut adalah
barang-barang sembako berupa MINYAK dan GANDUM.
Saudara-saudara,,, mengamburkan harta benda sang majikan yang
dilakukan oleh bendahara dalam perumpamaan ini menghantarkan dia pada ancaman
pemecatan, dan sebelum hal itu dilakukan majikannya, bendahara tersebut diminta
untuk pertanggunjawabkan perbuatan-perbuatan yang dilakukannya sebagaimana
telah dituduhkan.
Kepada
saudara dan saya, kita dipercayakan banyak hal dalam hidup ini. Dan terhadap
kehidupan yang dipercayakan kepada saudara dan saya, kita patut
mempertanggungjawabkan apa yang telah dipercayakan kepada kita.
APLIKASI:
Kalau
kita mau jujur, Allah mempercayakan kepada kita banyak hal. Allah memercayakan
kepada kita masing-masing pekerjaan-pekerjaan yang sementara digeluti oleh kita,
Allah mempercayakan kepada kita dengan tanggungjawab di rumah sebagai ayah dan
ibu bagi anak-anak di rumah, Allah mempercayakan kepada kita tanggungjawab
sebagai seorang suami dan seorang istri guna membina rumah tangga pernikahan
kudus kita, termasuk kita dipercayakan Allah dalam kapasitas sebagai umat Allah
yang berbakti dalam persekutuan berjemaat di sini; Ada yang dipercayakan Allah
sebagai Pelayan Khusus, Pendeta, Kostor, umat yang dipercayakan untuk mengisi
puji-pujian dalam liturgis ibadah, ada yang dipercayakan sebagai Pengasuh bagi
anak-anak di sekolah minggu, bahkan ada kepanitiaan pembangunan gedung gereja.
Setiap
hal yang dipercayakan kepada kita patut dipertanggungjawabkan. Sehingga apa
yang dipercayakan kepada kita berguna bagi banyak orang. Lewat ketidakprofesional
peran yang dimainkan oleh bendahara dalam perumpamaan ini, penulis Lukas hendak
mengingatkan kita tentang sebuah profesionalitas tugas dan peran yang
dipercayakan kepada kita sekalian.
Ibaratnya
dalam kisah ini, Lukas mau bilang jadilah bendahara yang profesional, dalam
artian mengelolah keuangan majikannya tanpa harus menghambur-hamburkan kekayaan
tuannya, bukan menjadi seorang bendahara asal-asalan, yang asal kerja. Aspek
bentuk pekerjaan yang diperlihatkan oleh penulis Lukas ini juga memberikan gema
terhadap segala bentuk pekerjaan, profesi yang dipercayakan untuk kita
memainkan perannya. Karena ketika apa yang kita perankan dalam tanggunjawab
tugas pengabdian di dalam dunia ini, tidak berdampak positif bagi banyak orang,
tentu kritikan, cibiran, teguran, bahkan sungutan yang akan menjadi daftar pola
penilaian orang banyak. Jadi kalau dalam profesi yang kita lakukan kemudian ada
yang mengluhkan kualitas kerjanya, mungkin kita bisa bersikap seperti bendahara
ini, yakni mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya.
Saudara-saudara,,,
Dalam
kisah yang diceritakan oleh Yesus pada perikop ini, Penulis Lukas
memperlihatkan tentang kecerdikan dari sang bendahara yang terancam di-PHK oleh
majikannya tersebut.
Ayat
3 : “Kata bendahara itu dalam hatinya:
Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai
bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang
harus aku perbuat.......”
Keterbatasan
dirinya yang tidak terampil mengerjakan pekerjaan seorang petani, dan perasaan
malu mempraktekkan perbuatan mengemis yang selalu dilakukan oleh orang miskin,
membuka cakrawala berpikir bandahara ini untuk bisa melakukan hal yang
menguntungkan masa depannya di kemudian hari. Dan hal yang diucapkannya bahwa
dia tahu apa yang harus dilakukannya adalah mengurangi hutang dari para debitur
yang berhutang padanya sebagaimana tercatat dalam ayat 6 dan ayat 7.
Dalam
konteks perumpamaan ini diceritakan oleh Yesus lewat kisah ini, tindakan yang
dilakukan oleh bendahara tersebut adalah tindakan yang berguna. Meskipun dalam
kisah ini tampak ada kecurangan yang dilakukan oleh sang bendahara, dengan
membuat surat hutang palsu, yang tentu juga merugikan tuannya.
Tapi
ini bukanlah menjadi perhatian dari Penulis Lukas dalam menarasikan kisah yang
diceritakan oleh Yesus ini. Sebab aspek yang hendak diutamakan lewat sikap
bendahara ini adalah tentang ketidakjujuran yang menolong hidup orang miskin.
Orang miskin itu adalah para debitur (para peminjam yang berhutang di
bendahara) tertolong beban hidupnya karena ketidakjujuran yang dilakukan oleh bendahara
tersebut. debitur yang harus berhutang 100 tempayan minyak ditolong oleh
bendahara tersebut sehingga hanya membayar 50 tempayan minyak. Dan debitur yang
berhutang 100 pikul gandum juga mengalami keringanan dengan hanya membayar 80
pikul gandum. Dan jikalau kita membaca hingga selesai kisah perumpamaan ini,
bendahara tersebut dipuji majikannya karena perbuatan tersebut di mata sang
majikan sangatlah mulia, yakni mengurangi beban hidup orang-orang miskin.
APLIKASI
Sehingga
kita jangan menyalah artikan bahwa dengan demikian kita bisa saja bercurang
untuk kepentingan untuk menolong orang lain. Itu bukan yang dimaksudkan Lukas.
Tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dirumuskan dalam undang-undang negara
Indonesia sebagai kejahatan negara. Jadi kalau ada orang Kristen yang memakai
teks ini untuk melegalkan maksiat buruk di hatinya agar bisa korupsi dan
memperoleh keuntungan diri sendiri, itu tidak dibenarkan secara Alkitabiah.
Untuk memahami maksud kenapa majikannya memuji dia akan saya jelaskan demikian.
100
tempayan minyak dan 100 pikul gandum. Sebenarnya menjadi kata kunci untuk
mengetahui latar sosial orang-orang yang berhutang pada sang bendahara. Kalau
orang Indonesia membuat minyak dari buah kelapa, maka orang Israel membuat
minyak dari buah zaitun. Dan buah zaitun adalah komoditi pada industri
pertanian sama dengan gandum. Berbicara tentang industri pertanian, itu berarti
latar pekerjaan orang-orang yang berhutang di bendahara tersebut adalah para
petani. Dalam pembagina kelas sosial di Israel, Petani masuk dalam golongan
orang-orang lemah ekonomi (miskin).
1
tahun buah zaitun akan dipanen sebanyak 2 kali dengan jumlah 1 pohon zaitun
menghasilkan 25 liter minyak dari 120Kg buah zaitun. 1 tempayan minyak sama
dengan 8.68 galon, dan 100 tempayan berarti 868 galon yang setara dengan 3.946
liter.
100
pikul gandum setara dengan 35ton yang sama luasnya dengan 100 hektar tanah
pertanian.
Melihat
penjelasan fakta yang sudah disebut tadi, itu artinya para petani yang
berhutang di bendahara tersebut membutuhkan 5 hingga 6 tahun untuk dapat
melunasi hutang mereka di bendahara tersebut.
Bisa
kita bayangkan saja bahwa para petani ini menjalani hari-hari hidup mereka
setiap waktu dengan beban pikiran untuk tanggungjawab melunasi hutang. Sebab
dalam tradisi di zaman para petani itu hidup, seseorang yang tidak mampu
melunasi hutangnya pada orang lain dapat menggadai dirinya sebagai budak pada
majikannya hingga hutang selesai. Paranya adalah bahwa menjadi budak pada zaman
itu sama artinya mengijinkan segala hak asasinya dicabut. Sehingga mereka hanya
dapat berpasrah jika diperlakukan tidak manusiawi oleh majikan mereka, termasuk
harus pasrah ketika mereka dijadikan objek kepuasan seksual sang majikan. Dan
hukum tentang para budak di zaman itu mewajibkan mereka untuk tidak berbantah
terhadap perlakuan majikan mereka.
Dampak
dari praktek hutang-piutang ini dapat membawa orang-orang miskin yang berhutang
tersebut sebagai korban ketidakmanusiawi. Lukas menarasikan kisah yang
diceritakan Yesus ini, sebab Lukas hendak menyuarakan kepada semua orang di
zaman itu bahwa setiap orang wajib diperlakukan sebagai manusia, termasuk
ketika orang itu berstatus sebagai budak seorang majikan, mereka harus
diperlakukan tidak seharusnya seperti hewan yang tidak masalah jika ditendang,
dipukul, dinjak, diludahi, dan dikasari sekasar-kasarnya.
Atas
dasar fakta kesenjangan sosial miskin dan kaya yang begitu kental lewat
perlakuan terhadap sesama manusia, Lukas menyebut dalam kisah ini bahwa
tindakan bendahara tersebut dipuji, karena memperkecil peluang orang-orang
miskin itu diperlakukan tidak manusiawi, dan para majikan kaya terhalau
melakukan dosa kekerasan kepada sesama.
APLIKASI
Ada
kekerasan HAM, kekerasan fisik, kekerasan struktural, kekerasan verbal itulah
yang dikritisi oleh Lukas lewat narasi cerita ini. Dan Lukas menyuguhkannya
dengan sebuah cerita perumpamaan yang halus bahasanya dalam perumpamaan ini.
Setiap
orang harus dapat memerangi kekerasan terhadap sesama manusia. Apalagi seorang
Kristen, kita perlu menjauhi kekerasan dari kehidupan kita. Setiap orang perlu
mendapat hak kesetaraan dalam berpendapat dan beraspirasi. Dan perbedaan
pendapat harus ditempu dengan cara diskusi. Termasuk ketika dalam rumah tangga
Kristen antara suami dan istri, maupun orangtua dan anak, solusi terhadap
sebuah perdebatan yang berbeda ideologinya bukan dengan kekerasan terhadap
istri, atau anak-anak di rumah.
Mungkin
banyak keluarga Kristen yang sudah tidak lagi melakukan KDRT, tapi kalau masih
ada yang demikian cepat-cepatlah sadar, karena perilaku demikian tidak
dibenarkan secara alkitabiah.
Coba
kita sekalian menginstropeksi dir kita. Apakah kita telah memanusiawikan sesama
di sekitar kita, baik dalam kehidupan rumah tangga, bergereja, maupun sosial
masyarakat. Kekerasan bukan hanya wujud dalam bentuk fisik, tapi kekerasan juga
wujud dalam bentuk struktural, ketika seseorang ditekan oleh atasan di kantor
atau tempat dia bekerja, itu pun dikategorikan sebagai bentuk kekerasan, yang
menekan psikologisnya. Maka sebagai para pemimpin dalam dunia pekerjaan kita,
kita diingatkan juga tentang ini.
Termasuk
kekerasan verbal yang bukan memberikan motivasi lewat kata-kata namun
sebaliknya membunuh karakter dan motivasi orang di sekitar kita. Amin!
dikhotbahkan oleh Pdt. D. Wattimena, S.Th pada ibadah Minggu Raya Malam - Jemaat GMIH Mawlango – Buli Kota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar