Rabu, 25 September 2019

RENUNGAN IBADAH RUMAH TANGGA


Lukas 12:13-21
JEMAAT GMIH MAWLANGO – BULI KOTA

Saudara yang diberkati Allah,,,
Menjadi kaya adalah impian semua orang pada umumnya. Meski banyak di antara kita yang tidak kaya-kaya, namun selalu ada usaha untuk bisa menjadi orang yang “kaya”, dalam pengertian bukan sebagai konglomerat, namun setidaknya memiliki uang untuk keperluan membiayai keperluan hidup kita sehari-hari.
Pembacaan firman di sore ini, menampilkan tentang aspek kekayaan. Ada seorang yang berkata kepada Yesus agar kekayaan keluarganya dibagi dua. Dan dari permohonan orang tersebut Yesus kemudian mengatakan bahwa waspadalah terhadap ketamakan. Nasehat Yesus ini merupakan hal penting bagi manusia yang tentu mencari kekayaan guna mencukupkan segala kebutuhan hidupnya.
Tamak berarti keinginan memiliki tanpa ada rasa puas. Dalam konteks kisah orang kaya yang bodoh ini, ketamakan diperlihatkan lewat sikap seorang kaya yang tidak puas mengumpulkan harta benda dan menyimpannya hanya untuk kepentingan pribadinya. Itu berarti orang yang tamak adalah orang tidak bisa melihat kekurangan orang lain dalam hal mencukupkan kebutuhan hidupnya. Nasehat Yesus ini hendak menghimbau kepada semua orang bahwa kekayaan seharusnya bukan dicari atas dasar untuk memenuhi dahaga duniawi manusia yang rakus akan harta benda, tapi kekayaan diusahakan dan dicari manusia semata-mata hanya untuk menopang kebutuhan hidupnya, sehingga tercukuplah apa yang dibuthkannya dalam kehidupan sesehari. Oleh sebab itu, ketika kekayaan yang kita miliki cukup untuk memberkati keperluan hidup kita, maka ketika sisa-sisa berkat dari kekayaan itu masih ada pada perbendaharaan kas rumah tangga kita, sudah seyogianya kita dapat menggunakan kekayaan itu untuk mempermuliakan Allah, lewat sikap yang dermawan.
Sikap dermawan inilah yang dikritisi Yesus dalam perikop pembacaan pada sore ini. Sebab orang-orang kaya pada zaman Yesus berkaya telah mengalami krisis berbelas kasih kepada sesama manusia yang miskin dan hidup berkekurangan. Kaum janda, kaum anak yatim dan piatu, merupakan orang-orang yang membutuhkan sentuhan kasih dari para orang kaya di zaman Yesus melayani, namun perilaku para kalangan orang kaya justru melihat kekayaan hanya untuk kepentingan diri sendiri.
Apa gunanya kita memiliki pekerjaan yang baik. Apa gunanya setiap bulan kita menerima gaji dari upah pekerjaan kita di setiap bulan? Semua berkat yang kita peroleh tersebut tidaklah bermakna ketika sebagai orang percaya kita miskin terhadap sikap menjadi seorang dermawan. Sehingga, bukan saja kita kikir dan pelit untuk berbagi berkat dengan orang yang berkekurangan, tapi dalam konteks persekutuan sebagai umat Allah, kita pun kikir dan pelit dalam hal memberi di rumah Tuhan. Orang kaya dalam kisah ini disebut bodoh karena sikapnya yang khawatir akan kehabisan harta bendanya daripada kehabisan cinta kasih Tuhan dalam kehidupannya. Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar