KPR 2:1-13
Yohanes 14:15-31
Salam sejahtera untuk kita sekalian,,, Shallom!
Membuka
firman dalam perikop ini, penulis KPR memberitahukan sebuah informasi kepada
kita dalam ayat 1 bahwa “ketika tiba hari
Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di suatu tempat” sama halnya
dengan semua orang percaya dalam pebacaan ini berkumpul di suatu tempat pada
hari perayaan Pentakosta, itu pun yang kita lakukan sebagai suatu persekutuan
orang-orang percaya di jemaat Mawlango.
Untuk
apa orang-orang percaya itu berkumpul? Kalau kita perhatikan jalan cerita ini
dari pasal sebelumnya, maka terkumpulnya mereka pada suatu tempat itu adalah
untuk merayakan Pentakosta.
Pentakosta
itu sendiri dalam tradisi orang-orang percaya itu adalah sebagai suatu perayaan
umat Tuhan untuk mempersembahkan hasil panen mereka selama setahun. Hai tersebut jatuh tepat pada minggu ketujuh setelah perayaan Paskah.
Shalom,,,
Dalam
kisah ini, diperlihatkan lagi suatu kejadian aneh yang belum pernah terjadi
sebelumnya di saat mereka biasanya datang berkumpul untuk merayakan ibadah
mempersembahkan segala hasil panen mereka.
Bahwa
pada ayat 2 “tiba-tiba turunlah dari
langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras, lalu tampaklah lidah-lidah api,
serta kedengaran murid-murid Yesus berbicara dalam bahasa-bahasa lain.”
Dengan bahasa Alkitab, kejadian yang aneh itu disebut sebagai kejadian
murid-murid Yesus kepenuhan Roh Kudus.
Hal
ini terjadi di Yerusalem, suatu tempat yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada
para muridNya untuk tinggal dan berdiam hingga kuasa dari Tuhan turun lewat Roh
Kudus untuk memperlengkapi mereka sebagai saksi Kristus, setelah Yesus
terangkat ke sorga. (KPR 1:8)
Janji
Tuhan Yesus dalam KPR 1:8 yang berkata “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan
kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria
dan sampai ke ujung bumi.”
ternyata digenapi Tuhan pada saat parayaan Pentakosta terjadi. Pentakosta
adalah hari di mana umat mempersembahkan segala hasil panen dari apa yang
mereka tanam.
Di
saat umat Allah hendak mempersembahkan segala haril panen pada Tuhan, Roh Kudus
turun kepada para murid, dan turunnya Roh Kudus itu tak lain untuk melengkapi
para murid dengan memberikan keberanian pada mereka untuk bersaksi menjadi
saksi Yesus guna memenangkan jiwa-jiwa bagi Tuhan.
Itu
berarti Pentakosta bukan hanya berbicara tentang kegiatan umat Allah yang memanen
hasil bumi untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Tapi lebih dari pada itu,
Pentakosta adalah ajang di mana umat harus memanen jiwa-jiwa bagi Allah. Sebab
perintah untuk melengkapi pengikut Kristus menjadi saksi bagi Allah, untuk
memberitakan firman kebenaran dari Allah terjadi di hari Pentakosta.
Saudara,,, setiap tahun kita merayakan
Pentakosta dengan membawa panen hasil tanah kita kepada Tuhan. Panen kasbi,
batata, pisang, ikan, dan lain-lain, tapi sudah berapa banyakah jiwa yang kita
panen untuk dibawakan kepada Tuhan? Kalau kita belum bisa memanen jiwa-jiwa di
sekitar kita untuk dimenangkan kepada Tuhan, paling tidak kita bisa memanen
diri kita sendiri untuk dipersembahkan kepada Tuhan.
Memanen
jiwa berarti membuat orang menjadi bertobat. Kalau kita belum bisa membawa
orang di sekitar kita untuk bertobat, paling tidak diri kitalah yang harus
bertobat. Bertobat dari hati yang busuk kepada orang, bertobat dari mulut yang
suka mebusukkan diri orang lain, bertobat dari pikiran kita yang suka mencari
jalan untuk menjatuhkan orang, bertobat dari tangan yang suka mencekik kehidupan
orang lain. Bahkan bertobat dari iman yang tak berpengharapan di tengah-tengah
pandemi Covid19.
Tuhan
akan lebih berkenan dengan pertobatan diri kita. Tuhan akan lebih senang dengan
persembahan diri kita yang kembali kepada jalan-jalanNya. Lebih baik kita
membawa hati yang baru kepada Tuhan, dari pada pisang, kasbi, dengan hati kita
yang lama. Hati yang penuh kebencian, dan kejahatan, kekhawatiran,
ketidakpecayaan kepada Tuhan Yesus, sebagai Anak Allah.
Saudaraku yang diberkati Kristus Yesus,,,
Dalam
peristiwa murid-murid sementara kepenuhan Roh Kudus, semua orang saleh yang
datang berkumpul di Yerusalem pada saat itu menjadi terheran-heran. Ayat 7
berkata “bahwa mereka semua
tercengan-cengang dan heran, lalu berkata: bukankah mereka semua yang berkata-kata
itu orang Galilea?”
Perhatikan
bunyi kalimat yang mereka katakan; Bukankah mereka semua yang berkata-kata itu
orang Galilea?
Artinya
bahwa mereka tercengang karena sebagai orang Galilea mereka bisa berkata-kata
dalam bahasa bangsa orang lain.
Galilea
merupakan tempat asal para murid Yesus yang sedang kepenuhan Roh Kudus. Mereka
orang Galilea yang menggantungkan hidup sebagai nelayan ikan dari sungai
Galilea. Sebagai seorang nelayan ikan, mereka tidak berpendidikan (apalagi ilmu
linguistik/ kefasihan berbicara dengan bahasa bangsa lain), dapat dikatakan
mereka terbatas dengan ilmu pengetahuan. Mungkin kemampuan menghitung sajalah
yang mereka pelajai mengingat pekerjaan mereka sebagai tukang dagang ikan (ilmu hitung, tukar menukar uang dan ikan).
Lain dari pada itu tidak adalagi ilmu yang mereka pelajai dengan tekun.
Dalam
peristiwa pentakosta, sebagai orang-orang Galilea yang tidak dibekali banyak
ilmu pengetahuan, mereka dapat berbicara dengan bahasa bangsa-bangsa lain.
Sebagai orang Galilea mereka berbicara dengan bahasa Media, Partia,
Mesopotamia, Asia, Mesir, Roma, dan lain sebagainya.
itu
artinya jika kita mau sungguh-sungguh memberikan diri untuk menjadi saksi
Kristus dalam melayani pekerjaanNya, maka apa yang menjadi keterbatasan kita, kekurangan
kita akan disempurnakan oleh Tuhan.
Para
murid terbatas dalam pengetahuan berbahasa, namun saat mereka dilengkapi oleh
kuasa Allah, tidak ada kebodohan dan kedunguan di dalam diri mereka. Hanya Roh
Kudus saja yang membuat kita menjadi sempurna dalam melakukan tugas pelayanan
kepada Allah. Oleh karena kalau kita mau melayani andalkanlah kuasa Tuhan,
bukan kuasa manusia.
Shallom,,, Lebih unik lagi pada ayat 9-11 dicatat
bahwa para murid berbicara dalam bahasa bangsa-bangsa seperti yang telah
disebutkan tadi. Kalau kita golongkan bahasa-bahasa itu menjadi satu rumpun
suku dan ras, maka bahasa-bahasa tersebut mewakili orang Afrika Utara (Mesir, Libya), orang Asia (Kapodikia,
Pontus, Partia secara geografis berada di Turki, tapi pada saat itu mereka
berbicara bahasa Yunani karena pengaruh budaya helenisasi, dan setiap daerah
itu memiliki logat atau dialeg yang berbeda guna membedakan asal tempat
seseorang berasal. Seperti seperti orang Indonesia dari suku Ambon, Manado dan
Batak, berbicara Indonesia tapi dialeg dan intonasi berbeda) betapa hebat
pekerjaan Roh Kudus. Roh Kudus memampukan para murid untuk dapat berbicara bukan
hanya dengan bahasa bangsa lain, tapi juga memampukan para murid
mengadaptasikan diri untuk dapat mengucapkan dialeg, logat bahasa oranglain
dengan tepat dan benar. Roh Kudus membuat mereka mampu mengadaptasikan diri
mereka dengan dunia di luar.
Kemampuan
mengadaptasi diri adalah ciri dari orang yang juga kepenuhan Roh Kudus. Berarti
kalau kita tidak mampu mengadaptasikan diri kita dengan orang lain/lingkungan
di mana kita berada sesungguhnya dalam diri kita tidak ada Roh Allah. Di tengah
gumul covid19 ketika kita bisa mengadaptasikan diri dengan keadaan kenormalan
yang baru, itu pertanda kita adalah orang-orang yang masih memiliki Roh Allah
di dalam hidup kita. kemampuan mengadaptasikan diri dalam dunia era new normal
karena covid19 mengajak kita untuk menjadi orang bijak bersikap terhadap
lingkungan ini. Bermasker, bercuci tangan dan melakukan gaya hidup bersih
lainnya pertanda kita bijak dan bukan fasik. Roh Kudus selalu berdiam pada diri
manusia yang bijak, bukan fasik. ilustrasi mengadaptasi diri seumpama; "masuk kandang Kambing, ikut mengembik, namun tidak turut makan rumput seperti Kambing."
Oleh
sebab itu, ketika kita dianjurkan untuk dapat mengadaptasikan diri kita agar
bisa hidup di tengah era new normal, kita harus dapat melakukannya, sehingga
hidup kita diberkati Allah lewat jasmani yang sehat badannya serta jauh dari
sakit karena pola hidup sembrono yang tidak mau mendengar hal/nasihat/anjuran
yang baik dan berguna bagi dirinya hanya karena kefasikannya.
Sebelumnya
pada pasal 1:8 perintah untuk menjadi saksi Kristus itu disebutkan untuk
menjadi saksi di Yudea, Samaria, dan ujung bumi.
Bahwa
peristiwa Pentakosta telah menggenapi perintah itu. Tanpa meninggalkan Yudea,
tanpa pergi ke Samaria, dan sampai ke ujung-ujung bumi, Para murid telah
melakukannya dengan cara berbicara dalam bahasa-bahasa dunia.
Mereka
berbicara dalam berbagai bahasa. Mungkin jika kita disuruh untuk berbahasa
Yunani, Arab, kita tidak bisa. Tapi Roh Kudus dapat menolong kita untuk
menyampaikan Injil kepada sesama lewat bahasa-bahasa yang lain, tidak harus
lewat bahasa yang diucapkan secara verbal (atau kata-kata), tapi juga dapat
lewat bahasa yang terucap secara non-verbal. Bahasa tersebut yang dimaksud
adalah bahasa tubuh, bahasa sikap. Kita bisa membahasa Injil lewat karakter
kita yang santun, lembut kepada orang lain. Ini juga bahasa. Dengan bahasa
seperti ini, orang-orang di ujung dunia yang tidak mengenal pendidikan dapat
mengenal Tuhan. Orang-orang yang terlahir dengan cacat fisik; tuna-aksara,
tuna-rungu (tidak dapat membaca dan menulis, dan mendengar) dapat memahami
Injil lewat bahasa tubuh kita yang mengkomunikasikan tentang hidup berbagi,
penuh kasih dan lain sebagainya.
Bagaimana
cara kita memberitakan Injil kepada orang yang tuli? Kita berbahasa malaikat
pun mereka tidak akan pernah paham Injil yang kita sampaikan sebab telinga
mereka telah rusak pendengarannya.
Bagaimana
cara kita memberitakan firman kepada orang yang tidak tahu baca dan menulis?
Karena mereka tidak mengenal gugusan huruf demi huruf untuk dibaca. Tentu
satu-satunya cara yang bisa kita gunakan adalah dengan bahasa isyarat atau
bahasa tubuh.
Saudaraku yang diberkati Yesus Kristus,,,
Yang
terakhir dalam kisah Pentakosta adalah di dalam ayat 13 “tetapi orang lain menyindir mereka sedang mabuk anggur mabuk”
Ada
perbedaan antara orang kepenuhan atau mabuk anggur dengan kepenuhan atau mabuk
Roh Kudus.
Orang
yang kepenuhan anggur atau mabuk karena minuman keras akan melahirkan kata-kata
yang kasar dalam ucapannya, mereka tidak dapat mengontrol diri dalam berbicara,
dan keberanian yang lahir dalam diri mereka saat sedang mabuk anggur adalah
tidak segan-segan menyakiti orang di sekitar mereka.
Sebaliknya
orang yang kepenuhan Roh Kudus akan melahirkan kata-kata yang manis, lembut,
dan bermakna kedamaian, sehingga kata-kata mereka kontras dengan kehendak
Tuhan.
Inilah
yang dimaksudkan oleh Yohanes dalam Injilnya pasal 14:17 tentang Roh Kebenaran.
Dalam istilah Yunaninya alepeia, yang tepatnya diartikan
sebagi kebenaran yang dilakukan secara sistematik. Sebuah tatanan pola hidup
yang menciptakan keadilan, ketenangan, kedamaian di segala aspek kehidupan.
sebuah perilaku perorangan yang memberikan dampak kesejahteraan secara global.
Dalam
ideologi penulis Injil Yohanes, secara khusus di pasal 14:15, kebenaran ini
merupakan hasil dari pelaksanaan menuruti segala perintah Tuhan.
Presiden
Jokowi telah mengimbaukan kepada kita selaku masyarakat dan umat Tuhan, agar
juga dapat menciptakan kebenaran ini di dalam pola hidup kita, sehingga
melahirkan kebenaran, yang mensejahterakan lingkungan secara bersama, yakni
kemampuan kita mengadaptasikan diri dengan era kenormalan yang baru. Biarlah
kita menjadi berkat kepada sesam, sebagai orang percaya yang bertanggungjawab
menegakkan Kerajaan Allah. Amin!
dikhotbahkan oleh Pdt. D. Wattimena, S.Th
pada ibadah Pentakosta 2020
MInggu, 31 Mei 2020