Minggu, 09 Juli 2023

Refleksi Dukacita “MEMPERTANYAKAN ALLAH DI TENGAH MUSIBAH KEHIDUPAN”

Bacaan Alkitab : MAZMUR 22:2-6

Nas Pembimbing: Matius 27:46


Kesukaran/penderitaan selalu terjadi di dalam kehidupan manusia. Hal itu muncul dalam wujud bencana/musibah. Bencana/musibah adalah peristiwa yang tidak terelakkan. Dapat terjadi kapan saja, dan terjadi di luar kendali manusia. Bencana adalah kejutan sehingga kehadirannya selalu mengagetkan orang yang mengalaminya. Termasuk ketika seseorang menghadapi bencana musibah kematian. Bahwa musibah kematian juga adalah sebuah perisitwa yang mengagetkan orang. Mengapa? Sebab kematin adalah jalan perpisahan yang datang bukan melalui persetujuan. Itu sebabnya, batin seseorang akan terguncang/terpukul ketika melihat perisitwa terpisahnya orang-orang yang dikasihi mereka karena sebuah musibah kematian.

Kecenderungan dari orang-orang yang bergumul dengan musibah akan berada pada puncak kekalutannya, dan di tengah kekalutan itu mereka akan bertanya di manakah Tuhan?” Pertanyaan demikian terdengar seolah mereka kurang iman. benarkah mempertanyakan Tuhan di tengah kekalutan hidup mereka mengartikan bahwa orang tersebut kurang iman? Jawabannya tidak! Justru itu adalah bagian dari mengembangkan iman.

Seorang Tokoh bernama Hans Kung, ia seorang pastor Katolik, dalam tulisan naratifnya Does God Exist? (Apakah Tuhan Ada?) juga mengajukan pertanyaan tentang keberadaan Tuhan untuk menemukan sebuah jawaban pada sebuah peritiwa yang sedang terjadi. Hans Kung merupakan seorang yang sangat religius, dia bukan  seorang agnostik atau ateis, tetapi bagi dia mempertanyakan Tuhan merupakan hal yang tidak bertentangan iman. 

Yesus di atas salib ketika sedang meregang nyawapun mengajukan pertanyaan yang sulit. Ya Allahku, Allahku, mengapa engkau meninggalkan ku? Bukankah ini pertanyaan yang sulit. Di manakah Allah yang mengutus Yesus sebagai Anak Manusia? Mengapa Allah tidak menampakkan kehadiranNya di saat ketragisan Yesus menghadapi sakaratul maut di atas salib? Yesus mempertanyakan keberadaan Allah, bukan berarti Yesus kurang iman, bukan? 

Mempertanyakan Allah adalah bagian pertumbuhan iman. sebab iman yang tidak bertanya adalah iman yang mati. Iman yang tumbuh dan berkembang memang harus bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit karena pertanyaan-pertanyaan yang sulit itulah yang akan mendorong kita untuk terus menggumuli keyakinan dan kepercayaan kita kepada Tuhan. 

Mempertanyakan Tuhan di tengah pergumulan/kesukaran/derita/musibah bahkan perkabungan bukan berarti orang itu kekurangan iman, melainkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan itu harus dapat dipahami sebagai upaya untuk mendapatkan pengertian, dan bukan ekspresi menggugat keberadaan Allah.

Ini yang dikatakan oleh Hans Kung bahwa keberadaan Tuhan tidak diukur berdasarkan unsur kausalitasArtinya bahwa Tuhan tidak diukur keberadaannya dari sebuah kejadian yang menimpah hidup kita. bahwa ketika hidup kita beruntung maka ada kehadiran Tuhan di situ, sebaliknya ketika seseorang mengalami kemalangan dalam kehidupannya karena di sana tidak ada kehadiran Tuhan. Tidak seperti demikian, sebab ketika Yesus mempertanyakan keberadaan Allah di tengah penderitaan salibnya, di sana Tuhan hadir dalam bentuk kesenyapan. Tuhan hadir sebagai pribadi yang berdiam diri. Tuhan sedang ikut merasakan penderitaan yang terjadi pada Anak Allah yang dikasihiNya. Tuhan sedang berkabung dan bersedih. Dan Tuhan ada di tengah-tengah jeritan Sakaratul Yesus dalam hebat dan teramat pedih. 

Selaku orang-orang beriman, inilah yang harus juga diimani oleh kita. Bahwa penderitaan yang kita alami di dalamnya pun ada Tuhan turut serta. Dia Allah yang menangis bersama dengan kita, dan dia juga yang memberi kekuatan untuk kita mampu menghadapi musibah yang terjadi.

Bertanya di tengah bencana dan musibah atau penderitaan adalah bagian dari iman. dan pertanyaan-pertanyaan yang sulit itulah yang sebenarnya memberikan penyembuhan untuk orang-orang yang sedang dilanda musibah termasuk dukacita.

Ini yang kita temukan pada tokoh Alkitab bernama Ayub. Ketika bencana menimpahi kehidupannya, Ayub pun mengajukan berbagai-bagai pertanyaan yang mendorong dia untuk terus menggumuli keyakinan dan kepercayaannya kepada Tuhan.

Melalui pertanyaan-pertanyaan itu, kita sebagai si penggumul akan tiba pada pemaknaan penderitaan yang terjadi di dalam kehidupan kita. Baik di dalam hidup saudara dan saya, tetapi juga secara khusus di dalam kehidupan tanta Kristinaibu Epi dan juga bapa Frets. Tujuannya agar kita mampu menerima musibah/bencana kematian yang telah terjadi di dalam keluarga kita. Sehingga dengan sendirinya kita dapat menemukan makna penderitaan, bahwa:

1. Penderitaan adalah kedaulatan Allah. karena itu tidak ada seorang pun yang mampu mengubah bencana ketika Allah telah menyatakan kedaulatanNya terhadap sebuah persitiwa/musibah. Sehingga kalau Allah telah menetapkan bahwa Bapa Boham Salakparang harus meninggal pada tanggal 8 Juli 2023. Bapa Boham Harus meninggal. Dan Kalau Tuhan telah menetapkan bahwa meninggalnya Bapa Boham harus dalam kondisi mengidap stoke ringan, maka tidak ada yang bisa mengubah kedaulatan Allah.

Yesus sebagai Anak Manusia pun tidak mampu mengubah keputusan Allah untuk takdirNya, sehingga cawan penderitaan suka-tidak-suka harus diminum oleh Yesus. Tiga kali Yesus memperhadapkan pergumulanNya kepada Allah di taman Getsemani, tetapi Allah tetap pada ketetapan kedaulatanNya bahwa takdir Yesus adalah menerima caman penderitaan dan mati dengan meregang nyawa di antara langit dan bumi.

2. Bencana/musiba menyadarkan bahwa manusia adalah mahkluk yang lemah. Karena itu, dalam menghadapi pergumulan terkadang manusia mengekspresikan kelemahan dirinya lewat sebuah tangisan dan bahkan sikap berpasrah diri. Dengan demikian manusia akan selalu bergantung kepada Tuhan.
3. Kematian adalah sebah kepastian, sehingga menangisi kematian harus menyadarkan kita bahwa hidup pemberian Tuhan mesti diisi dengan sesuatu yang memberi makna bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan di mana kita berada.

4. Keluarga yang berdukacita bersyukurlah atas dukacita yang diijinkan terjadi di dalam keluarga ini. Sebab perisitwa dukacita ini, telah menolong kita untuk memahami Allah dengan tindakan kedaulatanNya. Sehingga iman kita pun harus makin berkembang dan bertumbuh, dan rasa percaya terhadap Allah makin teguh di tengah dukacita yang kita alami, Kiranya Tuhan Yesus selalu memberi pengiburan, amin!

Dikhotbahkan oleh Pdt. Devi Wattimena pada ibadah tiga malam dukacita keluarga Salakparang-Susu. 

Jemaat GMIH MAWLANGO BULI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar