Matius
21:1-11
Nas
Pembimbing: Markus 10:45
”Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi
tebusan bagi banyak orang”
Jemaat
Tuhan,,,
Adalah
menarik bahwa perikop pembacaan kita malam ini berbicara tentang Yesus
dieluk-elukkan di Yerusalem, dengan tema yang ditetapkan oleh bidang ajaran dan
teologi sinode GMIH Pengorbanan Kristus
Menjadi Tebusan Bagi Banyak Orang (Markus 10:45)
Pada
kesempatan ini kita akan pelajari secara bersama-sama bagaimana pengorbanan
Kristus yang menjadi tebusan bagi banyak orang itu. hal pertama yang
diperlihatkan oleh penulis Injil Markus adalah tentang bagaimana perilaku orang
banyak dalam memperlakukan Yesus di saat Yesus hendak memasuki Yerusalem.
Seperti
judulnya, Yesus disambut secara antusias. Orang banyak menyambut kedatanganNya
dengan sukaria.
Saudara
Jemaat Tuhan,,,
Dalam
prosesi menyambut kedatangan Yesus tersebut, ada hal menarik yang ditulis oleh
penulis Matius 21 ini, bahwa ketika Yesus telah dekat Yerusalem, Dia menyuruh
dua orang untuk pergi ke sebuah kampung di depan mereka untuk mengambil se-ekor
keledai yang sedang tertambat guna dipakaikan oleh Yesus. Penulis Injil Markus
kemudian menggambarkan tentang ciri-ciri dari keledai tersebut, bahwa usianya
masih sangat muda. Dan di dalam versi penulis Injil Yohanes tercatat di sana
bahwa Yesus naik ke atas keledai muda itu. Hal yang unik adalah tentang keledai
yang ditunggangi oleh Yesus tersebut. Keledai adalah hewan yang mirip dengan
kuda namun berbeda.
Yang pertama, Yesus tidak
memilih se-ekor kuda di dalam teks ini karena masing-masing binatang ini
keduanya memiliki makna simbolitas yang berbeda satu dengan yang lainnya. Kuda
seekor binatang yang menyimbolkan pperangan. Sedangkan keledai adalah inatang
yang menyimbolkan perdamaian.
Saudara
yang diberkati Tuhan Yesus Kristus,,,
Peristiwa
masuknya Yesus ke dalam kota Yerusalem adalah satu peristiwa yang sesungguhnya
untuk menyambut kematian Yesus di kayu
salib. Hal ini dapat diketahui bahwa dalam peristiwa sebelumnya Yesus masuk
ke Yerusalem, di Bethania Dia telah diurapi oleh seorang perempuan yang bernama
Maria. Tradisi yang terjadi di kalangan orang Yahudi adalah bahwa kebiasaan
mengurapi anusia dilakukan kepada orang yang telah mati. Sehingga peristiwa
pengurapan Yesus oleh Maria adalah suatu peristiwa mempersiapkan kematian
Yesus.
Dalam
kaitannya dengan simbolisasi Yesus menunggangi se-ekor keledai, maka penulis Injil
Matius hendak mengatakan kepada saudara dan saya, bahwa kematian Yesus adalah sebuah kematian yang membawa damai.
Kematian Yesus adalah kematian yang membawa ketenangan,
bukan kegelisahan, bukan kekerasan atau peperangan. Ketegasan makna dari
kematian Yesus yang mau disampaikan oleh penulis Injil Matius adalah bahwa
kematian Yesus merupakan sebuah kematian yang MENDAMAIKAN. Mendamaikan Allah
dengan manusia. Lewat kematian Yesus semua
dosa-dosa manusia yang menimbulkan murka Allah telah didamaikan. Apa
yang menjadi dosa saudara dan saya, entah di dalam rumah tangga keluarga
masing-masing, maupun berjemaat, ketika kita percaya Yesus di dalam iman, maka
kita telah didamaikan oleh Dia dengan pencipta kehidupan kita lewat
kematian-Nya di kayu salib.
Yang
kedua, saudara jemaat Tuhan,,,
Berbicara
tentang Keledai, maka inilah se-ekor hewan yang sangat berbeda emosionalnya
dengan kuda. Kuda adalah binatang yang menyimbolkan kekerasan, ketangguhan,
kekuatan, dan keperkasaan. Sehingga kalau kita bisa lihat saja, sekalipun kuda
itu masih muda, namun hewan itu sanggup mengangkut beban yang ditunggangkan di
atas tubuhnya. Hal ini berbeda dengan se-ekor hewan yang bernama Keledai. Keledai adalah hewan yang sulit
ditunggangi. Wataknya suka memberontak karena tidak sanggup menopang beban di
atas tubuhnya, apalagi jika keledai itu masih muda. Tapi apa yang kita temukan
dari perikop pembacaan ini? dikatakan bahwa Yesus menyuruh mengambil Keledai
yang masih muda dan Dia naik ke atasanya. Ketika Yesus menunggangi Keledai muda
tersebut, tidak ada watak pemberontakan yang diperlihatkan oleh Keledai muda
itu. Sebaliknya Penulis Injil Matius hanya memperlihatkan seolah-oleh keledai
tersebut tenang. Dan dengan sangat
tenang membopong berat beban tubuh Yesus di atas tubuhnya.
Ini
artinya bahwa Yesus sementara mengajarkan kepada kita semua bahwa sudah
semestinyalah cara hidup kita. Sudah semestinyalah cara bersikap kita. Kalau
dulu-dulu, kalau kemarin-kemarin kita masih suka hidup di dalam pemberontakan.
Maka hari ini ketika kita memilih untuk hidup di dalam Yesus, maka sudah
semestinya ada pembaharuan sikap, pembaharuan perilaku, pembaharuan tutur-kata.
Dari yang suka memberontak menjadi penurut. Dari yang suka melawan mama dan
papa menjadi anak-anak yang mencintai orangtua. Dari kebiasaan-kebiasaan bahugel menjadi seorang yang setia
terhadap janji pernikahan suami dan istri. Dari kebiasaan yang suka menyembah
roh tete nenek moyang menjadi sadar akan Tuhan Allah. Dari kebiasaan suka bersungut
karena beratnya beban hidup, menjadi orang yang senantiasa mengucap syukur
meski di dalam keadaan hidup yang berbeban berat. Dari kebiasaan acuh tak acuh terhadap
tanggungjawab yang dipercayakan kepada kita, menjadi pribadi yang setia dalam
melayani di mana saja kita dipercayakan.
Ketika
kita melakukan semua hal ini, maka kita sedang menjadi Keledai yang penurut di
dalam Yesus Kristus, bukan pemberontak, emosional, temprament, dan lain-lain.
Persekutuan
yang diberkati Yesus Tuhan,,,
Hal
lain yang kita lihat dari pembacaan ini. ketika Yesus masuk ke dalam kota
Yerusalem ada sikap orang banyak yang diperlihatkan dalam menyongsong Dia. Pertama, disebutkan bahwa mereka
mengambil daun palem serta menghemparkan
pakaian mereka di jalan. Ini adalah sebuah tradisi (lambang kehormatan/menghargai) yang dilakukan oleh orang Yahudi
dalam menyambut seseorang, apalagi jika orang itu adalah tamu.
Apa
kebiasaan kita dalam menyambut Kristus? Paskah? Arak-arakan? Bermalam suntuk?
Menanam salib di sepanjang badan jalan? Tradisi.... tradisi.... dan tradisi....
terlalu sering kita terjebak di dalam tradisi, dalam sebuah rutinitas kebiasaan
menyambut Kristus dalam kematian-Nya dengan kegiatan paskah yang menyibukkan
kita dengan kegiatan ini dan itu. Secara kasat mata itu baik. Tapi yang
dimaksudkan lewat bacaan ini adalah tentang bagaimana sikap kita dalam menyambut dan mempersiapkan kematian
Kristus? Yang terpenting adalah tentang sikap! Bagaimanakah sikap kita? itu yang terpenting. Bagaimana kita memaknai
kematian Tuhan Yesus? Bagaimana kita memaknai penderitaanNya, penyiksaanNya, yang
mana Yesus telah rela dipaku, ditombak, diludah, dihina, dicaci, dicambuk
sampai wajah-Nya mengerikan dan tidak satu orang pun lagi yang sudi melihat
wajah-Nya yang tidak lagi berbentuk manusia karena betul-betul rusak tercabik
oleh mata cabikan tentara Romawi.
Kalau
kita benar-benar memaknai kematian Yesus. Tradisi membuat paskah, kebiasaan
membuat acara semalam suntuk adalah hal yang dinomor-duakan sesudah hal sikap
dalam memaknai penyiksaan dan kesengsaraan Yesus dalam memikul salib dosa
saudara dan saya. Panas-panasan dengan tubuh yang setengah bertenaga, memikul
salib dosa kita, dari subuh sampai terik sore hari menahan aniaya, bukan untuk
diri-Nya mencari nama dan pujian, tapi semua itu untuk membela dosa, kesalahan,
kutuk, penyakit, saudara dan saya di hadapan takhta Bapa.
Saudara
sekalian,,,
Pada
ayat 9 dikatakan “Dan
orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang
berseru, katanya: "Hosana .....
Hosana ..... dan Hosana .....!”
Kata hosana
memiliki arti yang dalam yaitu “selamatkanlah
kami.” Orang-orang banyak itu mulai
dari depan hingga belakang meneriaki Yesus bahwa selamatkanlah kami, selamatkanlah kami, selamatkanlah kami,,,,
namun setelah beberapa hari. Di saat Yesus ditangkap, disiksa oleh antek-antek
Romawi, tak sedikit orang yang menghujat Dia dengan kalimat; salibkan Dia, bebaskan Barabas.
Bahkan di sepanjang jalan Yesus menuju bukit Tengkorak
banyak suara yang berucap; salibkan
Dia,,,, salibkan Dia,,,, dan salibkan
Dia,,,,tak henti-henti keluar dari mulut orang banyak. Padahal beberapa
hari sebelumnya orang-orang banyak itu baru saja mengatakan HOSANA, selamatkanlah kami... namun kalimat itu
sekejap berubah menjadi penyangkalan iman.
Saudara,,,, sebagai orang Kristen pun, kadang kala saat ini
kita setia mengaku iman kita. Tapi kadang karena satu dan hal lain, karena
pengekangan dari para penguasa Romawi moderenisasi ini, iman kita bisa saja
berubah dari setia menjadi se-biar.
Menjadi penyimpang. Menyimpang dari iman Kristen kita, menyimpang dari ajaran
Kristen kita dan lain sebagainya. Kita bisa menjadi Yudas-Yudas moderen yang
hanya kerena 30 keping perak pada akhirnya menghianati iman kepada Yesus dan
kebenaran-Nya.
Di sinilah pesan kepada semua kita selaku jemaat
Tuhan, termasuk para Pelayan Khusus untuk tetap menjaga identitas sebagai orang
banyak yang terus setia meneriaki HOSANA kepada Yesus Tuhan hingga tutup usia
kita, maupun hingga usai pengabdian panggilan sebagai Pelayan Khusus yng
melayani pekerjaan Yesus Tuhan kita.
Menjadi jemaat yang berkarakter setia, penurut seperti
Keledai yang ditunggangi Yesus. Karena dengan memiliki iman yang demikian kita
akan menjadi jemaat yang membawa damai untuk lingkungan di mana saja kita
berada, bersekolah, berkantor, berkeluarga, berjemaat, bahkan bermasyarakat. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar