Minggu, 22 Maret 2020

Memiliki Karakter yang berubah seperti Keledai muda yang ditunggangi Yesus!


Matius 21:1-11

Nas Pembimbing: Markus 10:45
Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang”
Jemaat Tuhan,,,
Adalah menarik bahwa perikop pembacaan kita malam ini berbicara tentang Yesus dieluk-elukkan di Yerusalem, dengan tema yang ditetapkan oleh bidang ajaran dan teologi sinode GMIH Pengorbanan Kristus Menjadi Tebusan Bagi Banyak Orang (Markus 10:45)
Pada kesempatan ini kita akan pelajari secara bersama-sama bagaimana pengorbanan Kristus yang menjadi tebusan bagi banyak orang itu. hal pertama yang diperlihatkan oleh penulis Injil Markus adalah tentang bagaimana perilaku orang banyak dalam memperlakukan Yesus di saat Yesus hendak memasuki Yerusalem.
Seperti judulnya, Yesus disambut secara antusias. Orang banyak menyambut kedatanganNya dengan sukaria.

Saudara Jemaat Tuhan,,,
Dalam prosesi menyambut kedatangan Yesus tersebut, ada hal menarik yang ditulis oleh penulis Matius 21 ini, bahwa ketika Yesus telah dekat Yerusalem, Dia menyuruh dua orang untuk pergi ke sebuah kampung di depan mereka untuk mengambil se-ekor keledai yang sedang tertambat guna dipakaikan oleh Yesus. Penulis Injil Markus kemudian menggambarkan tentang ciri-ciri dari keledai tersebut, bahwa usianya masih sangat muda. Dan di dalam versi penulis Injil Yohanes tercatat di sana bahwa Yesus naik ke atas keledai muda itu. Hal yang unik adalah tentang keledai yang ditunggangi oleh Yesus tersebut. Keledai adalah hewan yang mirip dengan kuda namun berbeda.

Yang pertama, Yesus tidak memilih se-ekor kuda di dalam teks ini karena masing-masing binatang ini keduanya memiliki makna simbolitas yang berbeda satu dengan yang lainnya. Kuda seekor binatang yang menyimbolkan pperangan. Sedangkan keledai adalah inatang yang menyimbolkan perdamaian.
Saudara yang diberkati Tuhan Yesus Kristus,,,

Peristiwa masuknya Yesus ke dalam kota Yerusalem adalah satu peristiwa yang sesungguhnya untuk menyambut kematian Yesus di kayu salib. Hal ini dapat diketahui bahwa dalam peristiwa sebelumnya Yesus masuk ke Yerusalem, di Bethania Dia telah diurapi oleh seorang perempuan yang bernama Maria. Tradisi yang terjadi di kalangan orang Yahudi adalah bahwa kebiasaan mengurapi anusia dilakukan kepada orang yang telah mati. Sehingga peristiwa pengurapan Yesus oleh Maria adalah suatu peristiwa mempersiapkan kematian Yesus.

Dalam kaitannya dengan simbolisasi Yesus menunggangi se-ekor keledai, maka penulis Injil Matius hendak mengatakan kepada saudara dan saya, bahwa kematian Yesus adalah sebuah kematian yang membawa damai. Kematian Yesus adalah kematian yang membawa ketenangan, bukan kegelisahan, bukan kekerasan atau peperangan. Ketegasan makna dari kematian Yesus yang mau disampaikan oleh penulis Injil Matius adalah bahwa kematian Yesus merupakan sebuah kematian yang MENDAMAIKAN. Mendamaikan Allah dengan manusia. Lewat kematian Yesus semua  dosa-dosa manusia yang menimbulkan murka Allah telah didamaikan. Apa yang menjadi dosa saudara dan saya, entah di dalam rumah tangga keluarga masing-masing, maupun berjemaat, ketika kita percaya Yesus di dalam iman, maka kita telah didamaikan oleh Dia dengan pencipta kehidupan kita lewat kematian-Nya di kayu salib.

Yang kedua, saudara jemaat Tuhan,,,
Berbicara tentang Keledai, maka inilah se-ekor hewan yang sangat berbeda emosionalnya dengan kuda. Kuda adalah binatang yang menyimbolkan kekerasan, ketangguhan, kekuatan, dan keperkasaan. Sehingga kalau kita bisa lihat saja, sekalipun kuda itu masih muda, namun hewan itu sanggup mengangkut beban yang ditunggangkan di atas tubuhnya. Hal ini berbeda dengan se-ekor hewan yang bernama Keledai. Keledai adalah hewan yang sulit ditunggangi. Wataknya suka memberontak karena tidak sanggup menopang beban di atas tubuhnya, apalagi jika keledai itu masih muda. Tapi apa yang kita temukan dari perikop pembacaan ini? dikatakan bahwa Yesus menyuruh mengambil Keledai yang masih muda dan Dia naik ke atasanya. Ketika Yesus menunggangi Keledai muda tersebut, tidak ada watak pemberontakan yang diperlihatkan oleh Keledai muda itu. Sebaliknya Penulis Injil Matius hanya memperlihatkan seolah-oleh keledai tersebut tenang. Dan dengan sangat tenang membopong berat beban tubuh Yesus di atas tubuhnya.

Ini artinya bahwa Yesus sementara mengajarkan kepada kita semua bahwa sudah semestinyalah cara hidup kita. Sudah semestinyalah cara bersikap kita. Kalau dulu-dulu, kalau kemarin-kemarin kita masih suka hidup di dalam pemberontakan. Maka hari ini ketika kita memilih untuk hidup di dalam Yesus, maka sudah semestinya ada pembaharuan sikap, pembaharuan perilaku, pembaharuan tutur-kata. Dari yang suka memberontak menjadi penurut. Dari yang suka melawan mama dan papa menjadi anak-anak yang mencintai orangtua. Dari kebiasaan-kebiasaan bahugel menjadi seorang yang setia terhadap janji pernikahan suami dan istri. Dari kebiasaan yang suka menyembah roh tete nenek moyang menjadi sadar akan Tuhan Allah. Dari kebiasaan suka bersungut karena beratnya beban hidup, menjadi orang yang senantiasa mengucap syukur meski di dalam keadaan hidup yang berbeban berat. Dari kebiasaan acuh tak acuh terhadap tanggungjawab yang dipercayakan kepada kita, menjadi pribadi yang setia dalam melayani di mana saja kita dipercayakan.
Ketika kita melakukan semua hal ini, maka kita sedang menjadi Keledai yang penurut di dalam Yesus Kristus, bukan pemberontak, emosional, temprament, dan lain-lain.

Persekutuan yang diberkati Yesus Tuhan,,,
Hal lain yang kita lihat dari pembacaan ini. ketika Yesus masuk ke dalam kota Yerusalem ada sikap orang banyak yang diperlihatkan dalam menyongsong Dia. Pertama, disebutkan bahwa mereka mengambil daun palem  serta menghemparkan pakaian mereka di jalan. Ini adalah sebuah tradisi (lambang kehormatan/menghargai) yang dilakukan oleh orang Yahudi dalam menyambut seseorang, apalagi jika orang itu adalah tamu.

Apa kebiasaan kita dalam menyambut Kristus? Paskah? Arak-arakan? Bermalam suntuk? Menanam salib di sepanjang badan jalan? Tradisi.... tradisi.... dan tradisi.... terlalu sering kita terjebak di dalam tradisi, dalam sebuah rutinitas kebiasaan menyambut Kristus dalam kematian-Nya dengan kegiatan paskah yang menyibukkan kita dengan kegiatan ini dan itu. Secara kasat mata itu baik. Tapi yang dimaksudkan lewat bacaan ini adalah tentang bagaimana sikap kita dalam menyambut dan mempersiapkan kematian Kristus? Yang terpenting adalah tentang sikap! Bagaimanakah sikap kita?  itu yang terpenting. Bagaimana kita memaknai kematian Tuhan Yesus? Bagaimana kita memaknai penderitaanNya, penyiksaanNya, yang mana Yesus telah rela dipaku, ditombak, diludah, dihina, dicaci, dicambuk sampai wajah-Nya mengerikan dan tidak satu orang pun lagi yang sudi melihat wajah-Nya yang tidak lagi berbentuk manusia karena betul-betul rusak tercabik oleh mata cabikan tentara Romawi.

Kalau kita benar-benar memaknai kematian Yesus. Tradisi membuat paskah, kebiasaan membuat acara semalam suntuk adalah hal yang dinomor-duakan sesudah hal sikap dalam memaknai penyiksaan dan kesengsaraan Yesus dalam memikul salib dosa saudara dan saya. Panas-panasan dengan tubuh yang setengah bertenaga, memikul salib dosa kita, dari subuh sampai terik sore hari menahan aniaya, bukan untuk diri-Nya mencari nama dan pujian, tapi semua itu untuk membela dosa, kesalahan, kutuk, penyakit, saudara dan saya di hadapan takhta Bapa.

Saudara sekalian,,,
Pada ayat 9 dikatakan  “Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: "Hosana ..... Hosana ..... dan Hosana .....!”
Kata hosana memiliki arti yang dalam yaitu “selamatkanlah kami.”  Orang-orang banyak itu mulai dari depan hingga belakang meneriaki Yesus bahwa selamatkanlah kami, selamatkanlah kami, selamatkanlah kami,,,, namun setelah beberapa hari. Di saat Yesus ditangkap, disiksa oleh antek-antek Romawi, tak sedikit orang yang menghujat Dia dengan kalimat; salibkan Dia, bebaskan Barabas.

Bahkan di sepanjang jalan Yesus menuju bukit Tengkorak banyak suara yang berucap; salibkan Dia,,,, salibkan Dia,,,, dan salibkan Dia,,,,tak henti-henti keluar dari mulut orang banyak. Padahal beberapa hari sebelumnya orang-orang banyak itu baru saja mengatakan HOSANA, selamatkanlah kami... namun kalimat itu sekejap berubah menjadi penyangkalan iman.

Saudara,,,, sebagai orang Kristen pun, kadang kala saat ini kita setia mengaku iman kita. Tapi kadang karena satu dan hal lain, karena pengekangan dari para penguasa Romawi moderenisasi ini, iman kita bisa saja berubah dari setia menjadi se-biar. Menjadi penyimpang. Menyimpang dari iman Kristen kita, menyimpang dari ajaran Kristen kita dan lain sebagainya. Kita bisa menjadi Yudas-Yudas moderen yang hanya kerena 30 keping perak pada akhirnya menghianati iman kepada Yesus dan kebenaran-Nya.

Di sinilah pesan kepada semua kita selaku jemaat Tuhan, termasuk para Pelayan Khusus untuk tetap menjaga identitas sebagai orang banyak yang terus setia meneriaki HOSANA kepada Yesus Tuhan hingga tutup usia kita, maupun hingga usai pengabdian panggilan sebagai Pelayan Khusus yng melayani pekerjaan Yesus Tuhan kita.

Menjadi jemaat yang berkarakter setia, penurut seperti Keledai yang ditunggangi Yesus. Karena dengan memiliki iman yang demikian kita akan menjadi jemaat yang membawa damai untuk lingkungan di mana saja kita berada, bersekolah, berkantor, berkeluarga, berjemaat, bahkan bermasyarakat. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar