Ayub 3 : 1 – 26
Oleh :
Pdt. D. Wattimena, S.Th
Nas
Pembimbing : Ayub 38:1-4
Semalam,
ketika saya mendapat kabar duka tentang kematian seorang anggota jemaat
Mawlango di LP 3. Saya bertanya-tanya dalam hati; siapa orang malang yang
meninggal tersebut. mengapa orang itu meninggal? Kapan peristiwanya terjadi?
Dan lain sebagainya.
Hasrat
untuk menanyakan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi di sekeliling hidup
kita tentu bukan saya dimiliki oleh saya. Semua orang sudah pasti akan
memasangkan kalimat tanya sebagai reaksi terhadap suatu kejadian atau peristiwa
yang terjadi. Tak terkecuali ketika kabar kematian atas almarhum Rein Tanhard
terdengar di telinga kita sekalian, kata “mengapa”
kemudian menjadi sebuah kata tanya yang kita pasang untuk menanyakan penyebab
kematian dari sang Almarhum.
Memasang
kalimat tanya pada setiap kejadian yang menimpa hidup orang percaya bukanlah
berarti itu pertanda hidup tanpa iman. Sebab pada dasarnya, saudara dan saya
diciptakan sebagai mahkluk berpikir. Yang tentunya membutuhkan sebuah jawaban
dari kejadian yang terjadi.
Tokoh Alkitab yang sore ini kita
baca kisah hidupnya. Adalah sosok probadi yang benar-benar disanjung oleh
Allah.
Kisah hidupnya diawali dengan
sebuah sanjungan dari sang pencipta hidup manusia sebagaimana yang tercatat
dalam Ayub 1:8
“Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub?
Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur,
yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan”
Sanjungan
yang Allah ucapkan dalam ayat ini tanda bahwa Ayub orang beriman. Ayub orang
saleh. Namun ketika kehidupannya ditimpa kemalangan, penderitaan dan duka,
hamba Allahyang saleh dan beriman tersebut tak luput dari sifat kemanusiaannya,
yang merupakan mahkluk berpikir yang butuh sebuah jawaban hal yang pikirkan.
Bisa kita mungkinkan bahwa Ayub
akan bertanya tentang kemalangan yang menimpanya kepada Allah ketika
kemalangan-demi kemalangan dialaminya mulai dari peristiwa kematian
anak-anaknya. Harta dan kekayaan yang benar-benar habis, penyakit borok yang
dideritainya, istri yang mengabaikannya, hingga teman-teman yang menghakimi,
menyalahkan dan menjauhi dirinya.
Tentu kata “mengapa” adalah sebuah kata tanya yang tak pernah berhenti keluar
dari mulut Ayub. Yang mana kata tanya tersebut
lalu menjadi sebuah keluh kesah Ayub dalam kehidupannya.
Ayat-ayat yang kita baca tadi
merupakan sebuah keluh kesah Ayub, yang memikirkan tentang
kemalangan-kemalangan dalam hidupnya. Kalau Ayub sebagai orang saleh dan
beriman serta dipuji Allah saja bisa tiba pada titik kemanusiaannya yang
berkeluh kesah, apalagi saudara dan saya? Kejadian-kejadian yang menyayat hati
kita akan mengantar iman percaya kita dengan mudah sebagai orang yang berkeluh
kesah, termasuk kepada Allah.
Mungkin kematian Almarhum Rein
Tanhard lalu membawa sikap kita pada sikap memprotes Allah. Mengapa Allah tidak
memberikan umur panjang kepada suami saya? Mengapa Allah menentukan hari
kematiannya di saat saya masih sangat membutuhkannya? Mengapa Allah tidak
memberikan kesembuhan kepada suami saya?
Memprotes Allah karena
kemalangan-kemalangan yang sedang dialami kita, bukan hanya dialami saudara dan
saya, atau keluarga yang berduka di sini. Tapi hal ini pun merupakan hal yang
dilakukan oleh Ayub. Bahkan dalam sifat kemanusiaannya karena
ketidak-mengertian kehendak Allah, Ayub mengutuki hari lahirnya (Ayub 3:1-19).
Dalam pasal pembacaan sore ini,
Ayub 3:20-22, Ayub mengajukan pertanyaan kepada Allah dengan memasang kata “mengapa” ?
Ayat
20-22
“20Mengapa terang diberikan kepada yang bersusah-susah, dan hidup kepada yang pedih
hati; 21yang menantikan
maut, yang tak kunjung tiba, yang mengejarnya lebih dari pada menggali harta
terpendam; 22yang
bersukaria dan bersorak-sorai dan senang, bila mereka menemukan kubur;”
Lewat
kalimat tanya ini, Ayub menuntut jawaban atas kemalangan yang dialaminya. Pada pasal
38 Allah menjawab pertanyaan yang merupakan keluh kesah Ayub. Dalam badai Allah
datang untuk maksud menjawab pertanyaan keluh-kesah Ayub. Namun, apakah jawaban
yang Allah berikan membuat Ayub puas? “tidak.” Kalau kita
perhatikan pada pasal 38 secara keseluruhan. Jawaban Allah tidak memuaskan
pertanyaan Ayub. Jawaban Allah tidak mengandung penghiburan untuk menguatkan
Ayub. Melainkan jawaban Allah begitu membuat Ayub tak mengerti arti dari
kemalangan yang menimpahinya. Sebab, Allah balik memberikan tanya kepadanya. Lewat
jawaban Allah yang tak memuaskan tanya Ayub, Allah berkehendak agar Ayub
mengerti bahwa ITULAH HIDUP.
Pasal 38
sarat dengan matematika tentang ilmu fisika dan geologi, bagaimana bumi ini
ada, dapat berputar, tata surya dapat berputar tanpa saling bertabarakan.
Hewan-hewan bersuara dengan jenis-jenis ucapannya, dan lain-lain. Terhadap
semua ini, haruskah dimengerti kenapa? Yang patut kita perlu tahu adalah bahwa
semua itu ada karena Allahlah yang memungkinkannya. Pertanyaan-pertanyaan
manusia kepada Allah tidaklah harus dijawab dengan sebuah teori panjang, tapi
bagaimana memiliki sikap yang tepat dalam menjalani sebuah hidup. Yang Allah
inginkan adalah kepasrahan diri yang utuh dan sepenuhnya terhadap kejadian yang
terjadi dan menimpahi hidup kita; baik itu sakit, baik itu penderitaan, atau
kematian sekalipun. Sehingga
sebagai orang percaya dan yang disanjung Allah, menanyakan sebuah penderitaan
yang dialami, menanyakan sebuah kemalangan seseorang, menanyakan kematian orang
percaya adalah hal yang harus dipahami Bahwa
itu merupakan bagian dari sebuah kehidupan. Dalam kehidupan ini, semua orang
akan mengalami penderitaan, sakit, dan kemalangan. Maka satu-satunya tempat
dimana tidak ada penderitaan, sakit, pergumulan kehidupan seorang manusia adalah
kematian.
Inilah
hidup! Saat kematian menimpa suami secara tiba-tiba, itulah bagian dari cerita
kehidupan.
Biarlah
kematian Almarhum Rein Tanhard tidak melemahkan iman semua orang yang mengasihi
Almarhum. Namun, biarlah kematian Almarhum kekasih dapat membuat kita terutama
sebagai istri yang ditinggalkan dapat menjadi berani menghadapi kehidupan tanpa
mendiang kekasih di dalam rumah tangga pernikahan dan keluarga. Amin!
Jemaat GMIH Mawlango-Buli Kota
Ibadah Pemakaman (Alm) Rein Tanhar