Rabu, 09 Oktober 2019

Tak usah Mengeluh! inilah hidup!


Ayub 3 : 1 – 26
Oleh :
Pdt. D. Wattimena, S.Th

Nas Pembimbing : Ayub 38:1-4 

Semalam, ketika saya mendapat kabar duka tentang kematian seorang anggota jemaat Mawlango di LP 3. Saya bertanya-tanya dalam hati; siapa orang malang yang meninggal tersebut. mengapa orang itu meninggal? Kapan peristiwanya terjadi? Dan lain sebagainya.

Hasrat untuk menanyakan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi di sekeliling hidup kita tentu bukan saya dimiliki oleh saya. Semua orang sudah pasti akan memasangkan kalimat tanya sebagai reaksi terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi. Tak terkecuali ketika kabar kematian atas almarhum Rein Tanhard terdengar di telinga kita sekalian, kata “mengapa” kemudian menjadi sebuah kata tanya yang kita pasang untuk menanyakan penyebab kematian dari sang Almarhum.

Memasang kalimat tanya pada setiap kejadian yang menimpa hidup orang percaya bukanlah berarti itu pertanda hidup tanpa iman. Sebab pada dasarnya, saudara dan saya diciptakan sebagai mahkluk berpikir. Yang tentunya membutuhkan sebuah jawaban dari kejadian yang terjadi.

Tokoh Alkitab yang sore ini kita baca kisah hidupnya. Adalah sosok probadi yang benar-benar disanjung oleh Allah. 

Kisah hidupnya diawali dengan sebuah sanjungan dari sang pencipta hidup manusia sebagaimana yang tercatat dalam Ayub 1:8

“Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” 

Sanjungan yang Allah ucapkan dalam ayat ini tanda bahwa Ayub orang beriman. Ayub orang saleh. Namun ketika kehidupannya ditimpa kemalangan, penderitaan dan duka, hamba Allahyang saleh dan beriman tersebut tak luput dari sifat kemanusiaannya, yang merupakan mahkluk berpikir yang butuh sebuah jawaban hal yang pikirkan.

Bisa kita mungkinkan bahwa Ayub akan bertanya tentang kemalangan yang menimpanya kepada Allah ketika kemalangan-demi kemalangan dialaminya mulai dari peristiwa kematian anak-anaknya. Harta dan kekayaan yang benar-benar habis, penyakit borok yang dideritainya, istri yang mengabaikannya, hingga teman-teman yang menghakimi, menyalahkan dan menjauhi dirinya.

Tentu kata “mengapa” adalah sebuah kata tanya yang tak pernah berhenti keluar dari mulut Ayub. Yang mana kata tanya tersebut lalu menjadi sebuah keluh kesah Ayub dalam kehidupannya.

Ayat-ayat yang kita baca tadi merupakan sebuah keluh kesah Ayub, yang memikirkan tentang kemalangan-kemalangan dalam hidupnya. Kalau Ayub sebagai orang saleh dan beriman serta dipuji Allah saja bisa tiba pada titik kemanusiaannya yang berkeluh kesah, apalagi saudara dan saya? Kejadian-kejadian yang menyayat hati kita akan mengantar iman percaya kita dengan mudah sebagai orang yang berkeluh kesah, termasuk kepada Allah.
 
Mungkin kematian Almarhum Rein Tanhard lalu membawa sikap kita pada sikap memprotes Allah. Mengapa Allah tidak memberikan umur panjang kepada suami saya? Mengapa Allah menentukan hari kematiannya di saat saya masih sangat membutuhkannya? Mengapa Allah tidak memberikan kesembuhan kepada suami saya? 

Memprotes Allah karena kemalangan-kemalangan yang sedang dialami kita, bukan hanya dialami saudara dan saya, atau keluarga yang berduka di sini. Tapi hal ini pun merupakan hal yang dilakukan oleh Ayub. Bahkan dalam sifat kemanusiaannya karena ketidak-mengertian kehendak Allah, Ayub mengutuki hari lahirnya (Ayub 3:1-19).

Dalam pasal pembacaan sore ini, Ayub 3:20-22, Ayub mengajukan pertanyaan kepada Allah dengan memasang kata “mengapa” ?

Ayat 20-22
“20Mengapa terang diberikan kepada yang bersusah-susah, dan hidup kepada yang pedih hati; 21yang menantikan maut, yang tak kunjung tiba, yang mengejarnya lebih dari pada menggali harta terpendam; 22yang bersukaria dan bersorak-sorai dan senang, bila mereka menemukan kubur;”

Lewat kalimat tanya ini, Ayub menuntut jawaban atas kemalangan yang dialaminya. Pada pasal 38 Allah menjawab pertanyaan yang merupakan keluh kesah Ayub. Dalam badai Allah datang untuk maksud menjawab pertanyaan keluh-kesah Ayub. Namun, apakah jawaban yang Allah berikan membuat Ayub puas? “tidak.” Kalau kita perhatikan pada pasal 38 secara keseluruhan. Jawaban Allah tidak memuaskan pertanyaan Ayub. Jawaban Allah tidak mengandung penghiburan untuk menguatkan Ayub. Melainkan jawaban Allah begitu membuat Ayub tak mengerti arti dari kemalangan yang menimpahinya. Sebab, Allah balik memberikan tanya kepadanya. Lewat jawaban Allah yang tak memuaskan tanya Ayub, Allah berkehendak agar Ayub mengerti bahwa ITULAH HIDUP.

Pasal 38 sarat dengan matematika tentang ilmu fisika dan geologi, bagaimana bumi ini ada, dapat berputar, tata surya dapat berputar tanpa saling bertabarakan. Hewan-hewan bersuara dengan jenis-jenis ucapannya, dan lain-lain. Terhadap semua ini, haruskah dimengerti kenapa? Yang patut kita perlu tahu adalah bahwa semua itu ada karena Allahlah yang memungkinkannya. Pertanyaan-pertanyaan manusia kepada Allah tidaklah harus dijawab dengan sebuah teori panjang, tapi bagaimana memiliki sikap yang tepat dalam menjalani sebuah hidup. Yang Allah inginkan adalah kepasrahan diri yang utuh dan sepenuhnya terhadap kejadian yang terjadi dan menimpahi hidup kita; baik itu sakit, baik itu penderitaan, atau kematian sekalipun. Sehingga sebagai orang percaya dan yang disanjung Allah, menanyakan sebuah penderitaan yang dialami, menanyakan sebuah kemalangan seseorang, menanyakan kematian orang percaya adalah hal yang harus dipahami Bahwa itu merupakan bagian dari sebuah kehidupan. Dalam kehidupan ini, semua orang akan mengalami penderitaan, sakit, dan kemalangan. Maka satu-satunya tempat dimana tidak ada penderitaan, sakit, pergumulan kehidupan seorang manusia adalah kematian.

Inilah hidup! Saat kematian menimpa suami secara tiba-tiba, itulah bagian dari cerita kehidupan.
Biarlah kematian Almarhum Rein Tanhard tidak melemahkan iman semua orang yang mengasihi Almarhum. Namun, biarlah kematian Almarhum kekasih dapat membuat kita terutama sebagai istri yang ditinggalkan dapat menjadi berani menghadapi kehidupan tanpa mendiang kekasih di dalam rumah tangga pernikahan dan keluarga. Amin!


Jemaat GMIH Mawlango-Buli Kota
Ibadah Pemakaman (Alm) Rein Tanhar